MAKALAH
‘’AKREDITASI RUMAH SAKIT’’
DI
SUSUN OLEH
KELOMPOK
2
1.
Nur Annisa (202001027)
2.
Ananda Armalia M.Nur (202001006)
3.
Nirfa Risya Amelia (202001024)
4.
Annisa Putri Arifin (202001008)
5.
Rini Anggriani (202001039)
6.
Fadilla Reskyana (202001015)
7.
Fira Anggrainy (202001017)
8.
Rival Hardiansyah (202001042)
9.
Citra Arianto (202001009)
INSTITUT
ILMU KESEHATAN PELAMONIA MAKASSAR
PROGRAM
STUDI S-1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikumwr.Wb
Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT,berkat rahmat dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul
“AKREDITASI RUMAH SAKIT” tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih tidak
lupa kami sampaikan kepada BAPAK selaku
dosen mata kuliah yang bersangkutan, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah selanjutnya. Apabila ada kekurangan ataupun kesalahan dalam penulisan
ataupun ejaan, kami penulis
mohon maaf.
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan
akan menghasilkan ilmu yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Wassalamualaikumwr.Wb
Makassar,
09 Juni 2022
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR
ISI............................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. LATAR
BELAKANG..................................................................... 1
B. RUMUSAN
MASALAH................................................................. 1
C. TUJUAN.......................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAAN.......................................................................... 2
A. Pengertian
akreditas rumah sakit..................................................... 2
B. Visi
dan misi akreditas rumah sakit................................................. 2
C. Tujuan
dan manfaat akreditas rumah sakit...................................... 2
D. Landasan
hukum akreditasi............................................................. 5
E. Instrument
akreditasi rs.................................................................... 6
F. Persiapan
survei akreditasi.............................................................. 9
G. Pelaksanaan survei akreditasi......................................................... 11
H. Ketentuan
penilaian dan kelulusan akreditasi rumah sakit.............. 12
I.
Pelaporan dan keputusan
hasil survei akreditasi rumah sakit.......... 14
BAB
III PENUTUP..................................................................................... 16
A. KESIMPULAN................................................................................ 16
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. 17
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Rumah
sakit merupakan bagian penting dari sistem kesehatan. Ruh sakit menyediakan
pelayanan kuratif komplek, pelayanan gawat darurat, pusat alih pengetahuan dan
teknologi dan berfungsi sebagai pusat rujukan. Rumah sakit harus senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan harapan pelanggan untuk meningkatkan
kepuasan pemakai jasa. Dalam Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa rumah sakit wajib memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit,
kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal
tigatahun sekali. Dari undang-undang tersebut diatas akreditasi rumah sakit
penting untuk dilakukan dengan alasan agar mutu dan kualitas diintegrasikan dan
dibudayakan kedalam sistem pelayanan di rumah sakit ( Depkes, 2009 ).
Proses
akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya kualitas
di rumah sakit, sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan
pelayanannya. Melalui proses akreditasi salah satu manfaatnya rumah sakit dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitikberatkan
sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayan. Standar akreditasi rumah
sakit merupakan upaya Kementrian Kesehatan RI menyediakan suatu perangkat yang
mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan mutu dan keamanan pelayanan.
Dengan demikian rumah sakit harus menerapkan standar akreditasi rumah sakit,
termasuk standar-standar lain yang berlaku bagi rumah sakit sesuai dengan
penjabaran dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit edisi 2011. Sesuai dengan
standar akreditasi rumah sakit, sebagai bagian peningkatan kinerja, rumah sakit
secara teratur melakukan penilaian terhadap isi dan kelengkapan berkas rekam
medis pasien (Depkes, 2011 ).
Standar
akreditasi rumah sakit merupakan upaya KementrianKesehatan RI menyediakan suatu
perangkat yang mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan mutu dan keamanan
pelayanan. Dengan demikian rumah sakit harus menerapkan standar akreditasi
rumah sakit, termasuk standar - standar lain yang berlaku bagi rumah sakit
sesuai dengan penjabaran dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit edisi 2011.
Sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit, sebagai bagian peningkatan
kinerja, rumah sakit secara teratur melakukan penilaian terhadap isi dan
kelengkapan berkas rekam medis pasien ( Depkes, 2011).
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah
pada makalah ini yaitu
1. Apa
itu akreditasi rumah sakit?
2. Apa
saja Visi dan misi akreditas rumah sakit?
3. Apa
tujuan dan manfaat akreditas rumah sakit?
4. Bagaimana
landasan hukum akreditasi?
5. Apa
saja instrument akreditasi rs?
6. Bagaimana
persiapan survei akreditasi?
7. Bagaimana
pelaksanaan survei akreditas?
8. Bagaimaimana
ketentuan penilaian dan kelulusan akreditasi rumah sakit?
9. Bagaimana
pelaporan dan keputusan hasil survei akreditasi rumah sakit?
C. Tujuan
1. Mempelajari
dan memahami tentang akreditasi rumah sakit.
2. Memberikan
wawasan lebih luas tentang program akreditasi.
3. Memberikan
arahan dalam mempersiapkan akreditasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Akreditasi Rumah Sakit
Menurut Depkes (1996: 113) Akreditasi Rumah Sakit dihubungkan
dengan penilaian mutu. Namun sebenarnya mutu itu sendiri sebagai outcome dari
pelaksanaan akreditasi, sedangkan akreditasi hanya menilai pelayanan tersebut
telah memenuhi standar atau tidak tanpa mengukur mutu pelayanannya.
Menurut beberapa kepustakaan, pengertian akreditasi
adalah sebagai berikut:
1. Widjaja
(1996) dalam Kumpulan Makalah Seminar Sehari Pelayanan Keperawatan Dalam
Menghadapi Berbagai Tantangan untuk Mencapai Sukses menyatakan bahwa,
“Akreditasi adalah suatu rangkaian kegiatan untuk menilai tingkat perkembangan
rumah sakit yang ditujukan utuk kepentingan pembinaan rumah sakit yang pada
akhirnya memberikan pengakuan karena telah memenuhi standar yang telah
ditentukan”
2. Definisi
lain mengatakan akreditasi berarti recognition give to institution that meets
certain standards.
3. Sedangkan
menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, akreditasi berarti suatu bentuk
pengakuan yang diberikan oleh pemerintah untuk suatu lembaga / institusi.
Maka berdasarkan definisi diatas maka akreditasi Rumah
Sakit adalah satu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada Rumah Sakit
karena telah memenuhi standar yang telah ditentukan.
B.
Visi
dan Misi Akreditasi Rumah Sakit
·
Visi : Instrumen Menuju
Indonesia Sehat 2010 melalui continuous quality improvement pelayanan
perumahsakitan
·
Misi :
1. Menjadi landasan utk memelihara & meningkatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata & terjangkau;
2. Bermanfaat untuk masyarakat (public good and private good)
C.
Tujuan
Dan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit
Ø Tujuan
Menurut Depkes RI
(1996: 14), Tujuan Umum dari Akreditasi Rumah Sakit adalah mendapatkan gambaran
seberapa jauh Rumah Sakit di Indonesia telah memenuhi berbagai standar yang
ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan
rumah sakit dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan Khusus Akreditasi Rumah Sakit:
1. Memberikan
pengakuan dan penghargaan kepada Rumah Sakit yang telah mencapai tingkat
pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
2. Memberikan
jaminan kepada petugas Rumah Sakit bahwa semua fasilitas, tenaga dan lingkungan
yang diperlukan tersedia
3. Memberikan
jaminan dan kepuasan kepada pelanggan dan masyarakat.
Ø Manfaat
1. Bagi
Rumah Sakit menurut Depkes RI (1996:14)
·
Akreditasi menjadi forum
komunikasi dan konsultasi antara Rumah Sakit dan badan akreditasi.
·
Dengan self evaluation,
rumah sakit dapat mengetahui pelayanan yang berada dibawah standar atau perlu
ditingkatkan.
·
Penting untuk rekruitmen
dan membatasi turn over staf Rumah Sakit.
·
Status akreditasi menjadi
alat untuk negosiasi
·
Status akreditasi menjadi
alat pemasaran kepada masyarakat
·
Suatu saat pemerintah
akan mempersyaratkan akreditasi sebagai kriteria untuk memberi izin Rumah Sakit
Pendidikan
·
Status akreditasi
merupakan status simbol bagi Rumah Sakit dan dapat meningkatkan citra dan
kepercayaan masyarakat kepada Rumah Sakit.
2. Bagi
pemerintah : Depkes (1996:15)
·
Salah satu pendekatan
untuk mengingkatkan dan membudayakan konsep mutu pelayanan Rumah Sakit
·
Memberikan gambaran
keadaan perumah sakitan di Indonesia dalam pemenuhan standar yang ditentukan
3. Bagi
perusahaan Asuransi
·
Negosiasi klaim asuransi
kesehatan dengan Rumah Sakit
·
Memberi gambaran, Rumah
Sakit mana yang dapat dijadikan mitra kerja
4. Bagi
masyarakat: Depkes (1996: 16)
·
Masyarakat dapat mengenal
dan memilih Rumah Sakit yang dianggap baik pelayanannya
·
Masyarakat akan merasa
lebih aman
5. Bagi
Pemilik Rumah Sakit : Depkes (1996: 16)
·
Pemilik mempunyai rasa
kebanggaan
·
Dapat menilai seberapa
baik pengelolaan sumber daya (efisiensi Rumah Sakit, ini dilakukan oleh
manajemen dan seluruh tenaga yang ada, sehingga misi dan program rumah sakit
dapat lebih mudah tercapai (efektifitas)
6. Bagi
Pegawai/Petugas di Rumah Sakit : Depkes (1996:16)
·
Petugas Rumah Sakit
merasa lebih senang dan aman serta terjamin bekerja.
·
Biasanya pada unit
pelayanan yang mendapat nilai baik sekali akan mendapat imbalan (materi/non
materi) dalam usahanya memenuhi standar
·
Self assessment akan
menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan standar dan peningkatan mutu
sehingga dapat memotivasi pegawai.
D.
Landasan
Hukum Akreditasi
Undang-Undang
(UU) mengenai Rumah Sakit sudah disahkan pada bulan Oktober 2009, yaitu UU No
44 tahun 2009 dimana dalam UU tersebut dibahas mengenai Akreditasi pada pasal
40 yang berbunyi :
a.
Dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3
(tiga) tahun sekali.
b.
Akreditasi rumah sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga independen baik
dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.
c.
Lembaga independen
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh menteri.
Menurut Depkes (1996:12) ada beberapa landasan hukum
pelaksanaan akreditasi Rumahsakit yakni:
a. Sistem
Kesehatan Nasional tahun 1982 sebagai Komitmen Nasional dibidang kesehatan.
Komitmennya ialah; “Dalam waktu dekat harus ditetapkan caracara akreditasi
pelayanan Rumah Sakit, dengan demikian dapat dilakukan penilaian terhadap mutu
dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit secara berkala yang dapat digunakan untuk
menetapkan kebijaksanaan pengembangan atau peningkatan mutu”.
b. Undang-undang
RI nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 59 menegaskan bahwa mutu
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit harus dipertimbangkan sebagai salah satu
kriteria untuk perizinan Rumah Sakit.
c. Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 558 tahun 1984 tentang Struktur Organisasi dan
Tatalaksana Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa Seksi Akreditasi
mempunyai tugas mempersiapkan dan melakukan layanan akreditasi.
d. Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 159b/Menkes/Per/II/1998, memuat antara lain tentang
pengaturan cara-cara akreditasi Rumah Sakit. e) Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 436/93 menyatakan berlakunya standar pelayanan Rumah Sakit dan
standar pelayanan medis di Indonesia.
E.
Instrumen
Akreditasi RS
Instrumen
akreditasi disusun berdasarkan standar pelayanan rumah sakit yang telah
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan SK Menkes Nomor 436/93 Tentang
Berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis, disana
disebutkan bahwa standar pelayanan rumah sakit terdiri dari 20 pelayanan yaitu
:
1.
Pelayanan Administrasi dan Manajemen;
2.
Pelayanan Medis;
3.
Pelayanan Gawat Darurat;
4.
Pelayanan Keperawatan;
5.
Pelayanan Rekam Medis;
6.
Pelayanan Radiologi;
7.
Pelayanan Laboratorium;
8.
Pelayanan Kamar Operasi;
9.
Pelayanan Farmasi;
10.Keselamatan
Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3);
11.
Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi;
12.Pengendalian
Infeksi;
13.Pelayanan
Anestesi;
14.Pelayanan
Rehabilitasi Medis;
15.Pelayanan
Gizi;
16.Pelayanan
Intensif;
17.Strerilisasi
Sentral;
18.Pemeliharaan
Sarana;
19.Pelayanan
Lain, dan
20.Pelayanan
Perpustakaan.
Dari 20 (dua puluh) pelayanan rumah sakit ini kemudian
disusunlah instrumen akreditasi lengkap berjumlah 16 (enam belas) pelayanan dan
bukan 20 (dua puluh) pelayanan, hal ini dikarenakan ada
penggabungan-penggabungan pelayanan yaitu Sterilisasi Sentral dimasukkan
kedalam instrumen Pengendalian Infeksi, Pemeliharaan Sarana dan Perpustakaan
dimasukkan kedalam instrumen Pelayanan Administrasi dan Manajemen, dan
Pelayanan Anestesi dimasukkan kedalam instrumen Pelayanan Intensif dan
Pelayanan Kamar Operasi.
Akreditasi
dengan 16 (enam belas) pelayanan tersebut adalah :
a.
Akreditasi tingkat dasar dengan 5 (lima) Pelayanan, terdiri dari :
1. Pelayanan Administrasi dan Manajemen;
2. Pelayanan Medis;
3. Pelayanan Gawat Darurat;
4. Pelayanan Keperawatan dan
5. Pelayanan Rekam Medis
b.
Akreditasi tingkat lanjut dengan 12 (dua belas) Pelayanan, terdiri dari :
1.
Pelayanan Administrasi dan Manajemen;
2.
Pelayanan Medis;
3.
Pelayanan Gawat Darurat;
4.
Pelayanan Keperawatan;
5.
Pelayanan Rekam Medis;
6.
Pelayanan Kamar Operasi;
7.
Pelayanan Laboratorium;
8.
Pelayanan Radiologi;
9.
Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi;
10.
Pengendalian Infeksi;
11.
Pelayanan Farmasi dan
12.
Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3).
c.
Akreditasi tingkat lengkap dengan 16 (enam belas) Pelayanan, terdiri dari :
1.
Pelayanan Administrasi dan Manajemen;
2.
Pelayanan Medis;
3.
Pelayanan Gawat Darurat;
4.
Pelayanan Keperawatan;
5.
Pelayanan Rekam Medis;
6.
Pelayanan Kamar Operasi;
7.
Pelayanan Laboratorium;
8.
Pelayanan Radiologi;
9.
Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi;
10.
Pengendalian Infeksi;
11.
Pelayanan Farmasi;
12.
Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3);
13.
Pelayanan Rehabilitasi Medis;
14.
Pelayanan Intensif;
15.
Pelayanan Gizi dan
16.
Pelayanan Darah.
Masing-masing pelayanan tersebut diatas terdapat
instrumen standar dan parameter dan masing-masing standar dalam setiap
pelayanan memiliki jumlah parameter yang berbeda.
Adapun
7 (tujuh) standar pada masing-masing pelayanan terdiri dari :
a)
Standar 1 : Falsafah dan Tujuan
b)
Standar 2 : Administrasi dan Pengelolaan
c)
Standar 3 : Staf dan Pimpinan
d)
Standar 4 : Fasilitas dan Peralatan
e)
Standar 5 : Kebijakan dan Prosedur
f)
Standar 6 : Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
g)
Standar 7 : Evaluasi dan Pengendalian Mutu
F.
Persiapan
Survei Akreditasi
Persiapan
survei akreditasi dimulai setelah Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) menerima
surat permohonan untuk dilakukan survei akreditasi rumah sakit dan isian
lengkap Berkas Permohonan Survei Akreditasi Rumah Sakit. Berkas Permohonan
Survei Akreditasi Rumah Sakit dapat diunduh dari web site KARS
(www.kars.or.id), di mana kedua belah pihak (rumah sakit dan KARS) membuat
persiapan untuk pelaksanaan survey. Untuk membantu rumah sakit mempersiapkan
diri, KARS menyediakan beberapa jenis kegiatan: seminar, lokakarya (workshop),
bimbingan dan survei simulasi akreditasi.
1.
Persiapan rumah sakit
a. Pimpinan rumah sakit mengisi berkas permohonan
survei akreditasi dan hasil self asesmen (minimal capaian 80 % untuk setiap
bab) dan mengirimkan ke KARS paling lambat 1 (satu) bulan sebelum jadwal survei
yang diinginkan. Untuk akreditasi ulang, surat permohonan survei yang
dilengkapi dengan isian berkas permohonan survei harus diterima KARS 3 (tiga)
bulan sebelum habis masa berlaku sertifikat.
b. Survei akreditasi dapat dilaksanakan bila pimpinan
tertinggi di rumah sakit (Direktur utama/Kepala) sudah memenuhi ketentuan pasal
34 undang – undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
c. Pimpinan rumah sakit menandatangani penjanjian
kontrak survei dan mengirimkan ke KARSselambat-lambatnya 10 hari kerja sebelum
pelaksanaan kerja.
d. Pimpinan rumah sakit menandatangani surat
pernyataan tentang kesediaan pimpinan tertinggi rumah sakit untuk berada di RS
selama proses survei dan mengirimkan kembali ke KARS paling lambat 10 hari
kerja sebelum pelaksanaan survei.
e. Setelah pemberitahuan jadwal survei dari KARS maka
rumah sakit harus:
- Segera melunasi biaya survei akreditasi paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja.
- sebelum pelaksanaan survei. Bukti transfer
dikirimkan dengan faksimil atau e-mail keKARS.
- Menghubungi Sekretariat Komisi Akreditasi Rumah
Sakit; untuk melakukan koordinasi dan membahas rencana pelaksanaan survei di
rumah sakit tersebut.
- Bila diperlukan Rumah Sakit mengirimkan e-file
(digital) kebijakan, pedoman & SPO yang terlampir ke KARS untuk ditelaah
terlebih dahulu oleh surveior.
- Mempersiapkan dokumen yang diperlukan pada waktu
survei di tempat, antara lain sebagai berikut. :
1. Struktur organisasi rumah sakit
2. Daftar
akurat dari pasien yang menerima pelayanan pada saat pelaksanaan survei,
termasuk diagnosis, umur, unit pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan
(DPJP) dan tanggal dirawat.
3. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien,
monitoring dan data indikator yang harus ada.
4. Panduan Praktik Klinis, Alur klinis (Clinical
pathways).
5. Proaktif kajian risiko, seperti failure mode and effects
analysis (FMEA), hazard vulnerability analysis (HVA), dan infection control
risk assessment (ICRA).
6. Rencana
rumah sakit (misalnya facilty management and safety plan).
7. Kebijakan
dan prosedur yang dipersyaratkan, dokumen tertulis, atau bylaws.
8. Daftar operasi dan tindakan invasif yang diacarakan
pada waktu survei,termasuk operasi di kamar operasi, day surgery, kateterisasI
jantung, endoskopi / kolonoskopi, dan fertilisasi in vitro.
9. Contoh semua formulir rekam medis
10. Daftar kebijakan, prosedur, pedoman dan program
yang dibutuhkan.
2.
Persiapan Komisi Akreditasi Rumah Sakit sebagai berikut :
a. KARS menerima aplikasi permohonan survei dari rumah
sakit dan hasil self asesmen rumah sakit serta perjanjian kontrak dan surat
pernyataan Direktur rumah sakit.
b. KARS memberitahu tanggal pelaksanaan survey, biaya
survei yang dilampiri jadwal acara kegiatan survei, yang dikirimkan ke rumah
sakit paling lambat 10 hari sebelum tanggal pelaksanaan survei.
c. KARS menetapkan tim surveior akreditasi rumah sakit
dengan jumlah tim 3 - 7 orang surveior, masa survei 2 – 4 hari; tergantung
besar dan kompleksitas rumah sakit.
d. KARS menetapkan Ketua Tim Surveior butir c) di
atas.
e. KARS memberitahu nama dan nomer HP kontak person
dari rumah sakit ke Ketua Tim Survei.
f. Ketua Tim Survei mempunyai tugas sebagai berikut. :
- Menghubungi rumah sakit paling lambat 3 hari sebelum
survei untuk koordinasi dan membahas rencana pelaksanaan survei akreditasi di
rumah sakit tersebut.
- Menetapkan area dan jenis pelayanan yang dicakup
dalam telaahan dan mengharuskan keberadaan staf yang terlibat di setiap
kegiatan survei.
G.
Pelaksanaan Survei Akreditasi
Survei akreditasi dilaksanakan berdasarkan permohonan
rumah sakit yang bersangkutan, rencana kerja Dinas Kesehatan Propinsi dan KARS.
Survei dilaksanakan secara bertahap dimulai dari tingkat dasar untuk 5 (lima)
pelayanan, tingkat lanjut untuk 12 (dua belas) pelayanan dan tingkat lengkap
untuk 16 (enam belas) pelayanan.
Bila rumah sakit dinyatakan lulus dengan status
akreditasi penuh, maka setiap 3 (tiga) tahun akan dilakukan survei ulang dan
dilakukan 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlakunya sertifikat akreditasi,
sedangkan aspek penilaian akan ditingkatkan secara bertahap dimulai dari aspek
struktur, aspek proses dan aspek outcomes dan untuk keperluan penilaian aspek
outcomes, dikembangkan indikator mutu pelayanan.
Tujuan survei akreditasi ialah untuk menilai seberapa
jauh rumah sakit mematuhi standar yang ditetapkan. Rumah sakit yang menjalani
survei akreditasi untuk pertama kali diharuskan memiliki catatan balik ke
belakang (track record) 4 (empat) bulan bukti sudah mematuhi standar. Rumah
sakit yang menjalani survei ulang diharuskan dapat menunjukkan catatan balik ke
belakang selama 12 (duabelas) bulan. Dalam melakukan survei akreditasi rumah
sakit, surveior akan menilai kepatuhan rumah sakit terhadap standar melalui
mekanisme sebagai berikut :
a. Menerima informasi lisan tentang pelaksanaan
standar atau contoh dari pelaksanaan standar.
b. Melakukan pengamatan pelayanan, kegiatan,
fasilitas, sarana dan prasarana dan lingkungan rumah sakit.
c. Melakukan telah dokumen yang dapat membuktikan
adanya kepatuhan dan membantu memberi wawasan kepada surveior tentang fungsi
dan tugas rumah sakit secara operasional.
Pelaksanaan survei menggunakan metoda telusur untuk
mengikuti contoh dari pengalaman pasien memperoleh pelayanan di rumah sakit dan
melakukan evaluasi komponen dan sistem pelayanan. Karakteristik penting proses
survei adalah edukasi setempat oleh surveior. Bantuan ini berlangsung sepanjang
pelaksanaan survei; dan surveior memberi saran dan strategi yang dapat membantu
rumah sakit mencapai maksud yang disebut standar dan elemen penilaian, dan yang
lebih penting lagi adalah dapat memperbaiki kinerja.
Pelaksanaan survei memuat langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Pembukaan pertemuan.
b. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dan MDGs.
c. Perencanaan survei.
d. Telaah dokumen.
e. Verifikasi dan masukan.
f. Telaah rekam medis pasien secara tertutup (pasien
sudah pulang).
g. Kunjungan ke area pelayanan pasien yang dipandu
oleh kegiatan telusur.
h. Kegiatan survei yang terarah (terfokus/di luar
rencana; karena ada temuan).
i. Telaah dari lingkungan; bangunan; sarana dan
prasarana.
j. Wawancara dengan pimpinan (beberapa jenjang).
k. Persiapan surveior membuat laporan.
l. Pertemuan penutup survei dengan pimpinan (exit
conference)
H.
Ketentuan Penilaian Dan Kelulusan
Akreditasi Rumah Sakit
1. Penilaian akreditasi rumah sakit dilakukan melalui
evaluasi penerapan Standar Akreditasi Rumah Sakit KARS yang terdiri dari 4
kelompok standar:
a.
Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien, terdapat 7 bab.
b.
Standar Manajemen Rumah Sakit, terdapat 6 bab.
c.
Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit, merupakan 1 bab.
d.
Sasaran Millenium Development Goals (MDGs), merupakan 1 bab.
2. Penilaian suatu Bab ditentukan oleh penilaian
pencapaian (semua) Standar pada bab tsb, dan menghasilkan nilai persentase bagi
bab tersebut.
3. Penilaian suatu Standar dilaksanakan melalui
penilaian terpenuhinya Elemen Penilaian (EP), menghasilkan nilai persentase
bagi standar tersebut.
4. Penilaian suatu EP dinyatakan sebagai :
a.
Tercapai Penuh (TP) diberikan skor 10. 15
b.
Tercapai Sebagian (TS) diberikan skor 5.
c.
Tidak Tercapai (TT) diberikan skor 0.
d. Tidak Dapat Diterapkan (TDD) tidak masuk dalam
proses penilaian dan perhitungan.
5. Penentuan
skor 10 (Sepuluh)
a. Temuan tunggal negatif tidak menghalangi nilai
“tercapai penuh” dari minimal 5 telusur pasien / pimpinan / staf.
b. Nilai 80% - 100% dari temuan atau yang dicatat
dalam wawancara, observasi dan dokumen (misalnya, 8 dari 10) dipenuhi.
c. Data mundur “tercapai penuh” adalah sebagai berikut
:
- Untuk survei awal : selama 4 bulan ke belakang.
- Survei
lanjutan : selama 12 bulan ke belakang.
6.
Penentuan skor 5 (Lima)
a. Jika 20% sampai 79% (misalnya, 2 sampai 7 dari 10)
dari temuan atau yang dicatat dalam wawancara, observasi dan dokumen.
b. Bukti pelaksanaan hanya dapat ditemukan di sebagian
area / unit kerja yang seharusnya dilaksanakan.
c. Regulasi tidak dilaksanakan secara penuh / lengkap.
d. Kebijakan / proses sudah ditetapkan dan
dilaksanakan tetapi tidak dapat dipertahankan.
e. Data mundur sebagai berikut :
- Untuk survei awal : 1 sampai 3 bulan mundur.
- Untuk survei lanjutan : 5 sampai 11 bulan mundur.
7. Penentuan skor 0 (Nol)
a. Jika < 19 % dari temuan atau yang dicatat dalam
wawancara, observasi dan dokumen.
b. Bukti pelaksanaan tidak dapat ditemukan di area /
unit kerja di mana harus dilaksanakan.
c. Regulasi tidak dilaksanakan.
d. Kebijakan / proses tidak dilaksanakan.
e. Data mundur sebagai berikut :
- Untuk survei awal : kurang 1 bulan mundur.
- Untuk survei lanjutan : kurang 5 sampai 11 bulan
mundur.
8.
Penentuan Tidak Dapat Diterapkan (TDD)
Sebuah Elemen Penilaian (EP) dinilai tidak dapat
diterapkan jika persyaratan dari EP tidak dapat diterapkan berdasar atas
organisasi rumah sakit, pelayanan, populasi, pasien dan sebagainya, contohnya
organisasi rumah sakit tidak melakukan riset.
I.
Pelaporan
Dan Keputusan Hasil Survei Akreditasi Rumah Sakit
Setelah
survei dilakukan, maka surveior wajib membuat laporan dengan format yang sudah
ditetapkan KARS. Laporan dikirim dengan e-mail ke KARS paling lambat 1 (satu)
minggu setelah survei dilakukan. Yang harus dilaporkan:
a.
Hasil penilaian untuk masing-masing bab dan capaiannya.
b.
Rekomendasi per elemen penilaian yang skor kurang dari 10.
c.
Formulir pendukung yang telah diisi.
Laporan hasil survei akreditasi akan di telaah oleh
Tim Penilai yang dibentuk oleh Ketua KARS.Berdasarkan hasil telaah, Tim penilai
mengusulkan status survei akreditasi kepada Ketua KARS dan kemudian Ketua KARS
menerbitkan sertifikat kelulusan akreditasi berdasarkan usulan dari Tim
Penilai.
Keputusan akhir akreditasi diberikan berdasar
kepatuhan rumah sakit melaksanakan standar akreditasi. Rumah sakit tidak
menerima hasil akhir dalam skor angka sebagai bagian dari keputusan akhir. Jika
rumah sakit berhasil memenuhi ketentuan, maka Akreditasi akan diberikan.
Keputusan ini menunjukkan bahwa rumah sakit sudah mematuhi semua standar pada
saat dilakukan survei setempat (on-site survei).
Berdasarkan hasil rekomendasi survei, Komisi
Akreditasi Rumah Sakit mewajibkan rumah sakit membuat Perencanaan Perbaikan
Strategis (PPS) yang harus dikirimkan ke Komisi Akreditasi Rumah Sakit paling
lambat 2 (dua) minggu setelah rekomendasi diterima oleh rumah sakit. Setelah
pelaksanaan survei akreditasi rumah sakit, KARS akan mengirimkan kuesioner
evaluasi pelaksanaan survei (angket survei) yang harus diisi oleh rumah sakit
dan dikirimkan kembali ke KARS.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rumah
sakit merupakan bagian penting dari sistem kesehatan. Ruh sakit menyediakan
pelayanan kuratif komplek, pelayanan gawat darurat, pusat alih pengetahuan dan
teknologi dan berfungsi sebagai pusat rujukan. Rumah sakit harus senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan harapan pelanggan untuk meningkatkan
kepuasan pemakai jasa. Dalam Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa rumah sakit wajib memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit,
kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal
tigatahun sekali. Dari undang-undang tersebut diatas akreditasi rumah sakit
penting untuk dilakukan dengan alasan agar mutu dan kualitas diintegrasikan dan
dibudayakan kedalam sistem pelayanan di rumah sakit ( Depkes, 2009 ).
Proses
akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya kualitas
di rumah sakit, sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan
pelayanannya. Melalui proses akreditasi salah satu manfaatnya rumah sakit dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitikberatkan
sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayan. Standar akreditasi rumah
sakit merupakan upaya Kementrian Kesehatan RI menyediakan suatu perangkat yang
mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan mutu dan keamanan pelayanan.
Dengan demikian rumah sakit harus menerapkan standar akreditasi rumah sakit,
termasuk standar-standar lain yang berlaku bagi rumah sakit sesuai dengan
penjabaran dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit edisi 2011. Sesuai dengan
standar akreditasi rumah sakit, sebagai bagian peningkatan kinerja, rumah sakit
secara teratur melakukan penilaian terhadap isi dan kelengkapan berkas rekam
medis pasien (Depkes, 2011 ).
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/348116372/MAKALAH-AKREDITASI-RUMAH-SAKIT-doc
Program Kesehatan
1.
PROGRAM
KESEHATAN UNTUK MENINGKATKAN AKREDITASI RS
“PENURUNAN
ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN BAYI”
Ananda Armalia
202001006
SASARAN
I:
PENURUNAN
ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN BAYI
Standar
1
Rumah
sakit melaksanakan program PONEK 24 jam di rumah sakit beserta monitoring dan
evaluasinya.
Standar
1.1
Rumah
sakit menyiapkan sumber daya untuk penyelenggaraan pelayanan PONEK.
Standar
1.2
Rumah
sakit melaksanakan pelayanan rawat gabung, mendorong pemberian ASI ekslusif,
melaksanakan edukasi dan perawatan metode kangguru pada bayi berat badan lahir
rendah (BBLR).
Maksud
dan Tujuan Standar 1, Standar 1.1 dan Standar 1.2
Mengingat
kematian bayi mempunyai hubungan
erat dengan mutu
penanganan ibu hamil dan melahirkan, maka proses antenatal care, persalinan
dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu di tingkat nasional
dan regional.
Pelayanan
obstetri dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan pelayanan bagi ibu
dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) di tingkat
Puskesmas.
Rumah
Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam pelayanan
kedaruratan dalam maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam menurunkan
angka kematian ibu dan bayi baru lahir.
Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga-tenaga kesehatan yang
sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan manajemen yang handal. Rumah sakit dalam melaksanakan
program PONEK sesuai dengan pedoman PONEK
yang berlaku, dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut:
1. melaksanakan
dan menerapkan standar pelayanan perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan
2. mengembangkan
kebijakan dan SPO pelayanan sesuai dengan standar
3. meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk kepedulian terhadap ibu dan
4. meningkatkan
kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan fungsi pelayanan obstetrik dan neonatus
termasuk pelayanan kegawat daruratan (PONEK 24 jam)
5. meningkatkan
fungsi rumah sakit sebagai model dan pembina teknis dalam pelaksanaan IMD dan
pemberian ASI Eksklusif
6. meningkatkan
fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan ibu dan bayi bagi
sarana pelayanan Kesehatan
7. meningkatkan
fungsi rumah sakit dalam Perawatan Metode Kangguru (PMK) pada
8. melaksanakan
sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan program RSSIB 10 langkah menyusui
dan peningkatan kesehatan ibu
9. ada
regulasi rumah sakit yang menjamin pelaksanaan PONEK 24 jam, meliputi pula
pelaksanaan rumah sakit sayang ibu dan bayi, pelayanan ASI eksklusif (termasuk
IMD), pelayanan metode kangguru, dan SPO Pelayanan Kedokteran untuk pelayanan
PONEK (lihat juga PAP 1)
·
dalam rencana strategis
(Renstra), rencana kerja anggaran (RKA) rumah sakit, termasuk upaya peningkatan
pelayanan PONEK 24 jam
·
tersedia ruang pelayanan
yang memenuhi persyaratan untuk PONEK antara lain rawat gabung pembentukan tim
PONEK
·
tim PONEK mempunyai
program kerja dan bukti pelaksanaannya
·
terselenggara pelatihan
untuk meningkatan kemampuan pelayanan PONEK 24 jam, termasuk stabilisasi
sebelum dipindahkan
·
pelaksanaan rujukan
sesuai peraturan perundangan
·
pelaporan dan analisis
meliputi :
a. angka
keterlambatan operasi operasi section caesaria (SC) ( > 30 menit)
b. angka
keterlambatan penyediaan darah ( > 60 menit)
c. angka
kematian ibu dan bayi
d. kejadian
tidak dilakukannya inisiasi menyusui dini (IMD) pada bayi baru lahir
Elemen
Penilaian Standar 1
1. Ada
regulasi rumah sakit tentang pelaksanaan PONEK 24 jam di rumah sakit dan ada
rencana kegiatan PONEK dalam perencanaan rumah sakit. (R)
2. Ada
bukti keterlibatan pimpinan rumah sakit di dalam menyusun kegiatan PONEK. (D,W)
3. Ada
bukti upaya peningkatan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan fungsi
pelayanan obstetrik dan neonatus termasuk pelayanan kegawat daruratan (PONEK 24
Jam). (D,W)
4. Ada
bukti pelaksanaan rujukan dalam rangka PONEK (lihat juga ARK.5). (D,W)
5. Ada
bukti pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi program rumah sakit sayang ibu
dan bayi (RSSIB). (D,W)
6. Ada
bukti pelaporan dan analisis yang meliputi 1 sampai dengan 4 di maksud dan
tujuan. (D,W)
Elemen
Penilaian Standar 1.1
1. Ada
bukti terbentuknya tim PONEK dan program kerjanya. (R)
2. Ada
bukti pelatihan pelayanan PONEK. (D,W)
3. Ada
bukti pelaksanaan program tim PONEK. (D,W)
4. Tersedia
ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan untuk (D,O,W)
Elemen
Penilaian Standar 1.2
1. Terlaksananya
rawat gabung. (O,W)
2. Ada
bukti RS melaksanakan IMD dan mendorong pemberian ASI Ekslusif. (O,W)
3. Ada
bukti pelaksanaan edukasi dan perawatan metode kangguru (PMK) pada bayi berat
badan lahir rendah (BBLR). (D,O,W)
2.


Annisa Putri Arifin
202001008
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
medis bagi rawat inap, rawat jalan,dan gawat darurat.
Direktur rumah sakit secara kolaboratif mengoperasionalkan rumah sakit
bersama dengan para pimpinan, kepala unit kerja, dan unit pelayanan untuk
mencapai visi misi yang ditetapkan serta memiliki tanggung jawab dalam
pengelolaan pengelolaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien, pengelolaan
kontrak, serta pengelolaan sumber daya.
Tata kelola Rumah Sakit mencakup:
1.Representasi Pemilik/Dewan Pengawas
2. Akuntabilitas Direktur Utama/Direktur/Kepala Rumah Sakit
3. Akuntabilitas Pimpinan Rumah Sakit
4. Kepemimpinan Rumah Sakit Untuk Mutu dan KeselamatanPasien
5. Kepemimpinan Rumah Sakit Terkait Kontrak
6. Kepemimpinan Rumah Sakit Terkait Keputusan Mengenai Sumber Daya
7. Pengorganisasian dan Akuntabilitas
Komite Medik,
Komite Keperawatan, dan
Komite Tenaga Kesehatan Lain
8. Akuntabilitas Kepala unit klinis/non klinis
9. Etika Rumah Sakit
10. Kepemimpinan Untuk Budaya Keselamatan di Rumah Sakit
11. Manajemen risiko
12. Program Penelitian Bersubjek Manusia di Rumah Sakit
Rumah sakit yang menerapkan tata kelola yang baik memberikan kualitas
pelayanan yang baik yang secara kasat mata, terlihat dari penampilan keramahan
staf dan penerapan budaya 5 R (rapi, resik, rawat, rajin, ringkas) secara
konsisten pada seluruh bagian rumah sakit, serta pelayanan yang mengutamakan
mutu dan keselamatan pasien.
3.

Fadilla Reskyana R
202001015
PELAYANAN GERIATRI DALAM MENINGKATKAN
AKREDITASI DI RUMAH SAKIT
Rumah sakit menyediakan pelayanan geriatri
rawat jalan, rawat inap akut dan rawat inap kronis sesuai dengan tingkat jenis
pelayanan. Rumah Sakit melakukan promosi dan edukasi sebagai bagian dari
Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit
(Hospital Based Community Geriatric Service).
Maksud dan Tujuan :
Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia
dengan multi penyakit/gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi,
sosial, ekonomi dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara
tepadu dengan pendekatan multi disiplin yang bekerja sama secara interdisiplin.
Dengan meningkatnya sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan maka usia harapan
hidup semakin meningkat, sehingga secara demografi terjadi peningkatan populasi
lanjut usia. Sehubungan dengan itu rumah sakit perlu menyelenggarakan pelayanan
geriatri sesuai dengan tingkat jenis pelayanan geriatri:
-
tingkat sederhana
-
tingkat lengkap
-
tingkat sempurna
-
tingkat paripurna
PENILAIAN STANDAR 1 :
1. Ada
regulasi tentang penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit sesuai
dengan tingkat jenis layanan. (R)
2. Terbentuk
dan berfungsinya tim terpadu geriatri sesuai tingkat jenis layanan. (R,D,W)
3. Terlaksananya
proses pemantauan dan evaluasi kegiatan. (D,O,W)
4. Ada
pelaporan penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit. (D,W)
PENILAIAN STANDAR 2 :
1. Ada
regulasi tentang edukasi sebagai bagian dari Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut
usia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Community Geriatric
Service). (R)
2. Ada
program PPRS terkait Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat
Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Community Geriatric Service). (D,W)
3. Ada
leaflet atau alat bantu kegiatan (brosur, leaflet dll). (D,W)
4. Ada
bukti pelaksanaan kegiatan. (D,O,W)
5. Ada
evaluasi dan laporan kegiatan pelayanan. (D,W)
4.

Fira Anggrainy
202001017
Program Kesehatan Nasional Sesuai SNARS (STANDAR NASIONAL AKREDITASI
RUMAH SAKIT)
“ SASARAN IV: PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA”
Resistensi terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia, dengan berbagai dampak merugikan yang dapat menurunkan mutu dan
meningkatkan risiko pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien.
Yang dimaksud dengan resistensi antimikroba adalah ketidak mampuan antimikroba
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba sehingga penggunaannya sebagai terapi
penyakit infeksi menjadi tidak efektif lagi.
Program pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) merupakan upaya
pengendalian resistensi antimikroba secara terpadu dan paripurna di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Standar 4
Rumah sakit menyelenggarakan pengendalian resistensi antimikroba sesuai
peraturan perundang-undangan.
Maksud dan Tujuan Standar 4
Pengendalian Resistensi Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan
profilaksis.
Organisasi pelaksana, Tim/ Komite PPRA terdiri dari tenaga kesehatan yang
kompeten dari unsur:
-Staf Medis
-Staf Keperawatan
-Staf Instalasi Farmasi
-Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi klinik
-Komite Farmasi dan Terapi
-Komite PPIT
-Komite Farmasi dan Terapi
-Komite PPI
Standar 4.1
Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) melaksanakan kegiatan pengendalian
resistensi antimikroba.
Maksud dan Tujuan Standar 4.1
Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) menetapkan PPRA sesuai peraturan
perundang-undangan meliputi:
-Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
-Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
-Peningkatan mutu penanganan
kasus infeksi secara multidisiplin
dan terintegrasi
-penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba
resisten
-Indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
Elemen Penilaian Standar 4.1
Ada organisasi yang mengelola kegiatan pengendalian resistensi
antimikroba dan melaksanakan program pengendalian resistensi antimikroba rumah
sakit.
5.
Citra Arianto
202001009
Standar Akreditasi k3
Dalam Implementasi Di RS
Rumah Sakit merupakan Tempat kerja yang
memiliki Risiko bahaya tinggi (Fisik, Kimia, Biologi, Ergonomi, Psikologi,
Keamanan) terhadap keselamatan dan kesehatan SDM RS, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit. Oleh karena itu, Dalam rangka
pengelolaan dan pengendalian risiko yang berkaitan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja di RS perlu diselenggarakan keselamatan dan kesehatan kerja di
RS agar tercipta kondisi RS yang sehat, aman, selamat, dan nyaman. Untuk
menjamin kualitas pelaksanaan dari upaya tersebut diperlukan sebuah standar
yang dapat berlaku secara nasional khususnya di Rumah Sakit yang berada dalam
lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar tersebut adalah Standar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang merupakan salah satu bagian
penting dari Penilaian Mutu Pelayanan suatu Rumah Sakit yang terdapat dalam
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit. Standar dikelompokkan menurut fungsi
yang terkait dengan penyediaan pelayanan bagi pasien; juga dengan upaya
menciptakan organisasi rumah sakit yang aman, efektif, dan terkelola dengan
baik. Fungsi-tersebut tidak hanya berlaku untuk rumah sakit secara keseluruhan
tetapi juga untuk setiap unit, departemen, atau layanan yang ada dalam
organisasi rumah sakit tersebut. Lewat proses survei dikumpulkan informasi
sejauh mana seluruh organisasi mentaati pedoman yang ditentukan oleh
standar.Untuk itu, isi materi poster singkat ini adalah menguraikan secara
singkat tentang Konsep Penting Standar Akreditasi K3 Dalam Implementasi Di
Rumah Sakit yang berada di Indonesia. Semoga Bermanfaat
6.
Nirfa risya Amelia
202001024
PENURUNAN ANGKA KESAKITAN TUBERKULOSI
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penanggulangan tuberkolosis
berupa upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif, preventif, tanpa
mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat , menurunkan angka kesakitan , kecatatan atau kematian, memutuskan
penularan mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan akibat tubekulosis.
Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan tubekulosis melalui
kegiatan yang meliputi:
1. Promosi kesehatan yang
diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai
pencegahan penularan, penobatan , pola hidup bersih dan sehat (PHBS)
2. Surveilans tuberkulosis,
merupakan kegiatan memperoleh data epidemiologi yang diperlukan dalam sistem
informasi program penanggulangan tuberkulosis, seperti pencatatan dan pelaporan
tuberkulosis obat dan resistensi
3. Pengendalian faktor
risiko tuberkulosis, ditujukan untuk mencegah, mengurangi penularan dan
kejadian penyakit tuberkulosis, yang pelaksanaannya sesuai dengan pedoman pengendalian
pencegahan infeksi tuberkulosis di rumah sakit.
4. Penemuan kasus
tuberkulosis dilakukan melalui pasien yang datang kerumah sakit, setelah
pemeriksaan, penegakan diagnosis, penetapan klarifikasi dan tipe pasien
tuberkulosis.
5. Pemberian kekebalan
dilakukan melalui pemberian imunisasi BCG terhadap bayi dalam upaya penurunan
risiko tingkat pemahaman tuberkulosis sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
6. Pemberian obat pencegahan
selama 6 (enam) bulan yang ditujukan pada anak usia dibawah 5 (lima) tahun yang
kontak erat dengan pasien tuberkulosisi aktif; orang dengan HIV dan AIDS (ODHA)
yang tidak terdiagnosa tuberkulosis; pupulasi tertentu lainnya sesuai peraturan
perundang-undangan.
Kunci keberhasilan penanggulangan tuberkulosis di rumah sakit adalah ketersediaan tenaga-tenaga kesehatan yang
sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan manajemen yang handal.
Standar 1
Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk penyelenggaraan pelayanan dan
penanggulangan tuberkulosis.
1. Ada bukti terbentuknya
tim DOTS dan program kerjanya.
2. Ada bukti pelatihan
pelayanan dan upaya penanggulangan
3. Ada bukti pelaksanaan
program tim DOTS.
4. Ada bukti pelaksanaan
sistem monitoring dan evaluasi program penanggulangan tuberkulosis.
5. Ada bukti pelaporan dan
analisis yang meliputi a sampai dengan f di maksud dan tujuan.
Standar 2
Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana pelayanan tuberkulosis
sesuai peraturan perundang-undangan.
1. Tersedia ruang pelayanan
rawat jalan yang memenuhi pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
tuberkulosis.
2. Bila rumah sakit
memberikan pelayanan rawat inap bagi pasien tuberkulosis paru dewasa maka rumah
sakit harus memiliki ruang rawat inap yang memenuhi pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi
3. Tersedia ruang pengambilan
specimen sputum yang memenuhi pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
tuberkulosis.
4. Tersedia ruang
laboratorarium tuberkulosis yang memenuhi pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi tuberkulosis.
Standar 3
Rumah sakit telah melaksanakan pelayanan tuberkulosis dan upaya
pengendalian faktor risiko tuberkulosis sesuai peraturan perundang-undangan.
1. Rumah sakit memiliki
panduan praktek klinis tuberkulosis.
2. Ada bukti kepatuhan staf
medis terhadap panduan praktek klinis tuberkulosis.
3. Terlaksana proses
skrining pasien tuberkulosis saat pendaftaran.
4. Ada bukti staf mematuhi
penggunaan alat pelindung diri (APD) saat kontak dengan pasien atau specimen.
5. Ada bukti pengunjung
mematuhi penggunaan alat pelindung diri (APD) saat kontak dengan pasien.
7.
NUR
ANNISA
202001027
PROGRAM KESEHATAN NASIONAL SESUAI DENGAN SNARS
(STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT)
A. SASARAN
II : PENURUNAN ANGKA KESAKITAN HIV/AIDS
(STANDAR 2)
·
Standar 2
Rumah sakit
melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dalam waktu yang
singkat virus human immunodeficiency virus (HIV) telah mengubah keadaan sosial,
moral, ekonomi dan kesehatan dunia. Saat ini HIV/AIDS merupakan masalah
kesehatan terbesar yang dihadapi oleh komunitas
global.
Saat ini,
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dengan melakukan peningkatan fungsi
pelayanan kesehatan bagi orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). Kebijakan ini
menekankan kemudahan akses bagi orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) untuk mendapatkan layanan pencegahan,
pengobatan, dukungan dan perawatan, sehingga diharapkan lebih banyak orang
hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) yang memperoleh pelayanan yang berkualitas.
Rumah sakit dalam
melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan standar pelayanan bagi
rujukan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan satelitnya dengan langkah-langkah
pelaksanaan sebagai berikut:
§ meningkatkan
fungsi pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT);
§ meningkatkan
fungsi pelayanan Prevention Mother to Child
Transmision (PMTCT);
§ meningkatkan
fungsi pelayanan Antiretroviral Therapy (ART) atau bekerjasama dengan RS yang
ditunjuk
§ meningkatkan
fungsi pelayanan Infeksi Oportunistik (IO);
§ meningkatkan
fungsi pelayanan pada ODHA dengan faktor risiko Injection Drug Use (IDU); dan
§ meningkatkan
fungsi pelayanan penunjang, yang meliputi: pelayanan gizi, laboratorium, dan
radiologi, pencatatan dan pelaporan.
·
Elemen Penilaian Standar
2
1.
Adanya regulasi rumah
sakit dan dukungan penuh manajemen dalam pelayanan penanggulangan HIV/AIDS. (R)
2.
Pimpinan rumah sakit
berpartisipasi dalam menyusun rencana pelayanan penanggulangan HIV/AIDS. (D,W)
3.
Pimpinan rumah sakit
berpartisipasi dalam menetapkan keseluruhan proses/mekanisme dalam pelayanan
penanggulangan HIV/AIDS termasuk pelaporannya. (D,W)
4.
Terbentuk dan
berfungsinya Tim HIV/AIDS rumah sakit ( D,W )
5.
Terlaksananya
pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan teknis Tim HIV/AIDS sesuai standar.
(D,W)
6.
Terlaksananya fungsi
rujukan HIV/AIDS pada rumah sakit sesuai dengan kebijakan yang berlaku. (D)
7.
Terlaksananya pelayanan
VCT, ART, PMTCT, IO, ODHA dengan faktor risiko IDU, penunjang sesuai dengan
kebijakan. (D)
8.
Rini Anggriani
202001039
Maksud
dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong peningkatan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti area yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menguraikan tentang solusi atas konsesnus bebasis bukti dan
keahlian terhadap permasalahan ini. 6 sasaran keselamatan pasien tersebut sebagai
berikut:
- Ketepatan
Identifikasi Pasien
Perawat harus memperhatikan apakah identitas pasien
sudah benar atau tidak, untuk memastikan ketepatan identitas pasien perawat
harus mengsingkronkan data yang dimiliki dengan gelang identitas yang digunakan
oleh pasien, selain itu perawat juga bisa menanyakan langsung kepada pasien
mengenai nama pasien, umur pasien dan tempat serta tanggal lahir pasien.
Ketepatan identitas pasien sangat wajib diperhatikan untuk menghindari
kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan maupun pemberian terapi,
salah pemberian terapi dan asuhan
keperawatan dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pasien selama dirumah
sakit.
- Peningkatan Komunikasi Yang Efektif
Apabila perawat tidak dapat berkomunikasi secara efektif
kepada pasien maka dia tidak akan mengetahui hal penting apa saja yang harus
dia tanyakan kepada pasien, bukan malah mendapat informasi penting dengan
pasien perawat malah mendapatkan hal tidak penting bhkan membuat pasien marah
kepadanya.
apabila perawat tidak dapat berkomunikasi secara
efektif terhadap tenaga medis lain mengenai sesuatu yang berhubungan dengan
pasien maka juga akan mempengaruhi keselamatan pasien. Misalnya data yang
perawat dapat dari pasien A adalah B, namun karena perawat tidak dapat
mengkomunikasikan dengan bener kepada tenaga medis yang lain, baik itu dokter,
farmasi dan ahli gizi sehingga tenaga medis lainnya bukan memahami pasien A
dengan data B malah berasumsi pasien A dengan data C dikarenakan kesalahan
perawat dalam menyampaikan komunikasi kepada tenaga medis lainnya, ini dapat
berbahaya kepada keselamatan pasien karena beda data yang diberi beda pula
layanan kesehatan yang akan diterima.
- Peningkatan
Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai
Salah satu cara untuk meningkatkan keselamatan pasien
adalah dengan memperhatikan proses pemberian obat. Meningkatkan keamanan obat
merupakan cara untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam pemberian obat,
apabila pasien salah menerima obat maka akan berakibat fatal untuk kesehatan
pasien. Umumnya pemberian obat kepada pasien dilakukan oleh bagian farmasi atau
apoteker namun tak jarang ini menjadi tugas perawat diakibatkan oleh minimnya
tenaga kesehatan dibidang tersebut. Jika pemberian obat diberikan oleh farmasi
ataupun apoteker perawat tak juga harus lepas tangan sepenuhnya terhadap
pemberian obat kepada pasien, perawat juga harus mewaspadai ataupun memantau
proses pemberian obat tersebut, agar obat yang diberikan kepada pasien benar
dan tepat.
- Kepastian
Tepat Lokasi, Tepat Prosedur Dan Tepat Operasi
Kepastian lokasi merupakan hal penting yang harus
diperhatikan perawat pertama kali, perawat harus mengetahui mana bagian yang
harus dioperasi, jangan sampai terjadi kesalahan yang seharusnya dioperasi
bagian perut sebelah perut kanan karena kurangnya perhatian perawat mengetahui
lokasi yang akan dioperasi malah terjadi pembedahan diperut sebelah kiri,
selain itu memperhatikan lokasi operasi bukan hanya diperhatikan oleh perawat
namun semua tenaga medis yang akan membantu tindakan operasi termasuk dokter.
Setelah mengetahui lokasi operasi selanjutnya yang
harus diketahui adalah prosedur yang akan dilakukan, ketepatan prosedur
merupakan langkah kedua setelah mengetahui lokasi, jangan sampai karena perawat
lalai untuk memahami prosedur yang akan dilakukan sehingga berakibat buruk pada
pasien pacsa atau pra operasi, setelah lokasi sudah benar, prosedur yang akan
dilakukan sudah diketahui dan sudah tepat maka selanjutnya adalah tepat
operasi. Tepat operasi bisa terjadi seiring bersamaan dengan sudah terjadinya
ketepatan lokasi, ketepatan prosedur sehingga terciptalah ketepatan operasi,
untuk mencapai ketepatan operasi perawat harus mendata ulang ataupun mengecek
data ulang apakah benar pasien. tepat lokasi dan tepat prosedur yang
dilaksanakan.
- Pengurangan
Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Umumnya pasien kerumah sakit untuk sehat namun
kelalaian-kelalaian. yang dilakukan tenaga medis malah membuat pasien
terinfeksi penyakit baru, hal ini lah yang harus dihindari agar angka
kecelakaan dirumah sakit dapat kerkurang.
Kecelakaan dirumah sakit bukan hanya pasien dalam
keadaan fisik luar yang terganggu. namun juga keadaan fisik dalam dan keadaan
fisiologisnya. Maka dari itu perawat harus memahami bagaimana cara untuk
mencegah pasien terinfeksi akibat pelayanan kesehatan, salah satu caranya bisa
selalu memastikan setiap alat kesehatan yang digunakan ditubuh atau sebelum
digunakan dalam keadaan bersih dan steril kemudia selalu membersihkan diri
serta menggunakan alat pelindung diri sebelum, saat dan setelah melakukan
interaksi dengan pasien.
- Pengurangan
Resiko Pasien Jatuh
Sasaran keselamatan yang terakhir yang harus diketahui
perawat adalah resiko jatuh. Perawat
harus memastikan keselamatan pasien selama berada dirumah sakit, Perawat harus
memastikan bahwa pasien tidak terjatuh selama dirumah sakit karena ini akan
mempengaruhi kondisi fisik dari pasien. Namun mengenai pasien jatuh tak mesti
perawat 24 jam harus bersama pasien dan menjaga pasien agar tak jatuh. Perawat
dapat memberika pendidikan kesehatan dan keselamatan terhadap keluarga pasien
yang menjaga untuk memperhatikan keadaan pasien dan selalu mendampingi pasien
pada saat ingin berjalan kekamar mandi, dan selalu memperhatikan keselamatan
pasien selama ditempat tidur.
9.
Rival Hardiansyah
202001042
Langkah-langkah pencegahan infeksi nosokomial menjadi tanggung jawab
seluruh orang yang berada di rumah sakit, termasuk petugas kesehatan, seperti
dokter dan perawat, pasien, dan orang yang berkunjung. Beberapa langkah yang
dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi ini adalah:
1. Cuci tangan
Penting bagi semua orang yang berada di rumah sakit untuk mencuci tangan
dengan cara yang benar sesuai rekomendasi WHO. Ada 5 waktu wajib untuk cuci
tangan saat berada di rumah sakit, yaitu:
Sebelum memegang pasien
Sebelum melakukan prosedur dan tindakan kepada pasien
Setelah terpapar dengan cairan tubuh (misalnya darah, urin, atau feses)
Setelah menyentuh pasien
Setelah menyentuh barang-barang di sekitar pasien
2. Jaga kebersihan lingkungan rumah sakit
Lingkungan rumah sakit perlu dibersihkan dengan cairan pembersih atau
disinfektan. Lantai rumah sakit perlu dibersihkan sebanyak 2–3 kali per hari,
sementara dindingnya perlu dibersihkan setiap 2 minggu.
3. Gunakan alat sesuai dengan prosedur
Tindakan medis dan penggunaan alat atau selang yang menempel pada tubuh,
seperti infus, alat bantu napas, atau kateter urine, harus digunakan dan
dipasang sesuai SOP (standar operasional prosedur) yang berlaku di tiap-tiap
rumah sakit dan sarana kesehatan.
4. Tempatkan pasien berisiko di ruang isolasi
Penempatan pasien harus sesuai dengan kondisi dan penyakit yang diderita.
Contohnya, pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah atau pasien yang
berpotensi untuk menularkan penyakit ke pasien lain akan ditempatkan di ruang
isolasi.
5. Gunakan APD (alat pelindung diri) sesuai SOP
Staf dan setiap orang yang terlibat dalam pelayanan di rumah sakit perlu
menggunakan alat pelindung diri sesuai SOP, seperti sarung tangan dan masker,
saat melayani pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar