Kamis, 07 Juli 2022

A20 KELOMPOK 3 (RUMAH SAKIT YANG RESPONSIF)

 

MAKALAH ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

“RUMAH SAKIT YANG RESPONSIF”



DOSEN PENGAMPUH :

NS.LA MASAHUDDIN, S.Kep., M.Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 (A20)

 

1.   DIAN FITRIANI         (202001011)

2.   EKA RAHMAWATI (202001012)

3.   JUSRIANI                 (202001019)

4.   NABILA                     (202001022)

5.   MARHANI                 (202001020)

6.   NURFITRIANI           (202001034)

7.   NURHALISA             (202001035)

8.   RISNAWATRI           (202001040)

9.   SRY AYU                  (202001045)

 

INTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA

KESDAM XIV/HASANUDDIN

PRODI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

TA. 2022/2023

Kata Pengantar

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “RUMAH SAKIT YANG RESPONSIF dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah ADMINISTRASI RUMAH SAKIT. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang “RUMAH SAKIT YANG RESPONSIF” .

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ns.La Masahuddin, S.Kep., M.Kep selaku Dosen pengampuh mata kuliah . Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

 

 

Makassar, 8 Juni 2022


 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR  ...............................................................................................  2

DAFTAR ISI  .............................................................................................................. 3

BAB 1 PENDAHULUAN  .......................................................................................... 4

LATAR BELAKANG  ................................................................................................ 4

RUMUSAN MASALAH  ........................................................................................... 5

BAB 2 PEMBAHASAN  ............................................................................................ 5

A.    Visi dan Misi Rumah Sakit   ............................................................................ 6

B.     Proses Tukar Menukar  .................................................................................... 6

C.     Publik dan Citra Rumah Sakit ......................................................................... 7

D.    Kepuasan Klien/Pasien  ................................................................................... 7

BAB 3

KESIMPULAN  ........................................................................................................ 32

SARAN  ..................................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 33


 

BAB 2

PEMBAHASAN

RUMAH SAKIT YANG RESPONSIF

Rumah sakit yang berorientasi pemasaran akan menjadi rumah sakit yang responsif. Yaitu rumah sakit yang melakukan segala daya upaya untuk mengenali, melayani, dan memuaskan kebutuhan dan keinginan klien/pasien dan publiknya dengan anggaran yang tersedia. Dengan demikian, maka siapa pun yang berhubungan dengan rumah sakit tersebut menyatakan puas. "Inilah satusatunya rumah sakit terbaik yang pernah saya jumpai", kata seseorang. "Saya rasa rumah sakit inilah rumah sakit terbaik, dokter-dokternya simpatik, perawat-perawatnya ramah, ruang tunggunya besih, dan makanannya enak," kata yang lain. Orang lain lagi berkata: "Dokter rumah sakit ini luar biasa, dalam tiga hari penyakit saya sembuh." Celotehan para klien/ pasien yang puas itu merupakan iklan terbaik bagi rumah sakit tadi. Dari mulut ke mulut kabar baik tentang rmah sakit akan tersiar ke mana-mana. Ya, inilah iklan termurah tetapi berdampak luar biasa bagi rumah sakit tadi. Rumah sakit yang responsi akan lebih melekat di hati dan pikiran konsumen ketimbang rumah sakit-rumah sakit pesaingnya.

 

Sayangnya tidak semua rumah sakit merupakan rumah sakit yang responsif. Sebagian besar rumah sakit merupakan rumah sakit yang tidak terlalu responsif. Jika kita kelompokkan, kiranya akan didapat empat kelompok rumah sakit dari segi keresponsifannya sebagai berikut.

 

1. Kelompok pertama

Rumah sakit yang memang berniat untuk tidak responsif terhadap klien/pasiennya. Rumah sakit semacam ini biasanya adalah rumah sakit yang merasa tidak mendapat dukungan dari pemiliknya, atau tidak. mendapat apresiasi dari publiknya. Dapat dikatakan inilah rumah sakit yang frustasi atau putus asa.

2. Kelompok kedua

Rumah sakit yang tidak responsif karena mereka memang memilih untuk memusatkan perhatiannya kepada aspek-aspeklain di luar kepuasan klien/pasien. Misalnya saja, rumah sakit yang lebih mementingkan pengadaan peralatan-peralatan medis yang canggih. Ini umumnya terjadi di rumah sakit yang lebih merasa tidak memiliki pesaing. Dalam hal ini biasanya mereka beroprasi dan menghadapi klien/pasien secara birokratis

3. Kempok ketiga

Rumah sakit yang ingin responsif, tetapi kekurangan sumber daya atau tidak memiliki kemampuan untuk memotivasi karyawannya. Anggaran yang dmiliki mungkin tidak cukup untuk merekrut karyawan baru atau melatih dan memotivasi karyawan-karyawan agar bekerja baik, serta memantau kinerja mereka. Mungkin juga pihak manajemen tidak memiliki kemampuan untuk memacu kinerja agar memberikan pelayanan yang baik atau untuk memecat karyawan yang kinerjanya buruk.

4. Kelompok keempat

Rumah sakit yang responsif. Rumah sakit yang seperti ini umumnya memliki misi yang baik. Untuk melaksanakan misinya itu, rumah sakit berusaha menarik sumber daya melalui tukar-menukar dengan berbagai publik. Dari pihak publik, respon yang di dapat rumah sakit adalah citra (image) baik, sebagai imbalan atas upaya rumah sakit memuaskan kebutuhan publik-publik tersebut..

 

A. VISI DAN MISI RUMAH SAKIT

Rumah sakit sebagai sebuah organisasi selayaknya memiliki visi. Stephen Robbins dalam bukunya yang berjudul Organization Theory, menyatakan bahwa organisasi adalah suatu bentuk koordinasi yang terencana dari kegiatan-kegiatan kolektif dua orang atau lebih, yang berlangsung secara terus-menerus, dilengkapi dengan pembagian tugas dan penjenjangan kewenangan, dalam rangka mencapa tujuan bersama (Robbins, 1983). Tujuan bersama ini sering jga disebut sebagai visi, yaitu gambaran tentang bentuk/keadaan organisasi di masa depan.

 

Visi yang jelas akan menjadi acuan bagi bentuk dan arah organisasi yang lebih baik-apa saja yang akan dilakukan, siapa klien dan mitranya, kemampuan dan sumber daya apa yang diperlukan, serta pertumbuhan seperti apa yang diharapkan (Lowenthal. 1994). Karena berkaitan dengan masa depan, maka visi sebaiknya bersifat "menghentak", "berani" atau ambisius dalam arti berupa lompatan kuantum,penuh vitalitas dan semangat serta mendorong muncunya komitmen, tetapi juga realistis atau dapat dicapai. Yang tidak kalah penting, rumusan visi harus pula mudah dimengerti dan dipahami (Bennis & Mische, 1995).

 

Organisasi juga dapat didefinisikan sebagai sekumpulan manusia yang diarahkan untuk melaksanakan misi tertentu melalui pendayagunaan berbagai sarana (Kotler, 1985). Misi berupa rumusan tentang bisnis yang digeluti oleh organisasi, atau fungsi yang akan dijalankan oleh organisasi tersebut dalam tatanan masyarakat (Lowenthal, 1994). Misi ini harus jelas sejak dari awalnya. Misalnya saja misi sebuah organisasi keagamaan adalah untuk mempertebal keimanan dari para pengikutnya melalui penyelenggaraan ceramah-ceramah agama dan bakti sosial. Misi rumah sakit, menurut Kepmenkes Nomor 983 Tahun 1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sedangkan UU Nomor 44 Tahun 2009 menyatakan bahwa misi (tugas) rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara peripurna (Pasal 4).

 

Sebenarnya, rumah sakit yang ingin responsif harus menjawab dua pertanyaan, yaitu (1) responsif terhadap siapa, dan (2) responsif tentang apa. Rumah sakit tidak mungkin melayani semua orangdan semua kebutuhannya, walau rumah sakit umum sekalipun. Jika sebuah rumah sakit berniat ingin memuaskan semua orang, maka pada akhirnya pelayanannya tidak akan memuaskan siapa pun. Oleh karena itu, setiap rumah sakit harus terus-menerus meninjau kembali misinya.

 

Peter F. Ducker (1973) pernah menyatakan bahwa setiap organisasi harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan: Apa bisnis kita? Siapa klien kita? Apa yang dianggap baik oleh klien? Akan seperti apakah bisnis kita? Harus menjadi seperti apakah bisnis kita? Walaupun pertanyaan pertama, yaitu "Apa bisnis kita" tampa sederhana, tetapi inilah pertanyaan terpenting yang harus dijawab rumah sakit. Rumah sakit tidak boleh menetapkan bisnisnya dengan sekedar menyebutkan pelayanan-pelayanan yang saat ini diselenggarakannya. Yang seharusnya dilakukan adalah terlebih dulu mengenali kebutuhan apa dari klien/pasien yang ingin dilayaninya.

 

Merumuskan dengan jelas misi rumah sakit adalah pekerjaan yang tidak mudah dan memakan waktu banyak. Kenapa? Karena setiap karyawan di rumah sakit itu akan memiliki sudut pandang yang berbeda tentang hakikat dari rumah sakitnya dan harus menjadi seperti apakah rumah sakitnya itu. Sebuah rumah sakit bisa jadi memerlukan waktu dua tahun dan banyak pertemuan sampai dicapainya konsensus tentang misi sesungguhnya dari rumah sakit itu..

 

Menurut Derek F. Abell (1980), untuk memudahkan dalam merumuskan misi, sebaiknya ruang lingkup sebuah organisasi dibagi ke dalam tiga dimensi Dimensi pertama adalah kelompok konsumen, yaitu siapa yang harus dilayani dan dipuaskan. Dimensi kedua adalah kebutuhan konsumen, yaitu apa yang harus dipuaskan. Sedangkan dimensi ketiga adalah tenologi, yaitu bagaimana cara memuaskan kebutuhan tersebut. Setiap rumah sakit harus melakukan sendiri perumusan ketiga dimensi tadi karena rumah sakit pasti berbeda satu sama lain.

 

Rumah sakit harus dapat merumuskan misi yang layak (feasible), memiliki daya motivasi (motivating), dan khas untuk rumah sakit itu (distinctive). Agar layak, maka harus dihindari misi yang sulit atau tidak mungkin dicapai (mission impossible). Sebuah rumah sakit yang ingin menaikkan BOR dari 56 persen menjadi 100 persen dalam waktu setahun, tampaknya telah menetapkan mission impossible. Rumuskan misi secara layak, sehingga para karyawan yakin bahwa hal itu dapat dicapai jika mereka mau bekerja dengan baik. Rumah sakit memang harus mencapai sesuatu yang tinggi, tetapi jangan hendaknya terlalu tinggi sehingga sulit atau mustahil mencapainya.

 

Misi harus mampu menggerakkan atau memotivasi, dalam arti para pemangku kepentingan (karyawan.pemilik rumah sakit, dan kelompok-kelompok lain yang menaruh perhatian) harus merasa sebagai anggota-anggota yang baik dari suatu rumah sakit yang baik. Misalnya, rumah sakit yang dalam rumusan misinya, mencakup 'membantu keluarga-keluarga miskin" dan mengundang banyak dukungan ketimbang sekedar "menyehatkan masyarakat".

 

Sebuah misi akan lebih efektif jika bersifat khas. Jika semua rumah sakit rumusan misinya sama, maka tidak akan ada kebanggaan bagi masing-masing rumah sakit. Orang akan lebih bangga jika ia terlibat dalam suatu organisasi yang "berbeda" atau "lebih baik". Dengan merumuskan misi yang berbeda dan menumbuhkan kepribadian atau rasa tampil beda, rumah sakit akan dapat mengikat loyalitas dari para karyawan dan pihak-pihak lain yang terlibat.

 

B. PROSES TUKAR-MENUKAR

Untuk dapat melaksanakan misinya, rumah sakit memerlukan sumber daya. Rumah sakit harus dapat mengikat karyawan dan mereka yang terlibat, serta memperoleh dana, bahan-bahan, karyawan tambahan, sarana, dan peralatan. Jika sumber daya ini semakin lama semakin berkurang, maka lonceng kematian tinggal menunggu saat berdentang. Setiap rumah sakit, bahkan setiap organisasi, sangat tergantung hidupnya dari adanya sumber daya sehingga dikatakan sebagai resource-dependent (Kotler, 1985). Bagaimana rumah sakit dapat memperoleh sumber dayanya? Menurut Kotler (1985) terdapat empat kemungkinan yaitu: (1) dengan upaya sendiri, (2) secara paksa atau intimidasi, (3) mengharap bantuan, dan (4) menawarkan sesuatu untuk mendapatkan imbalan. Disiplin pemasaran mendasarkan diri pada kemungkinan terakhir dalam mengatasi masalah resource dependency, yaitu proses tukar-menukar. Mengapa? Karena pada hakikatnya hidup bermasyarakat adalah melalui tukar- menukar. Seseorang atau suatu pihak menawarkan kepuasan (berupa barang, jasa, atau keuntungan) kepada orang atau pihak lain (pasar sasaran) dan sebagai imbalannya ia akan memperoleh sumber daya (barang, jasa, uang, waktu, energi) yang dibutuhknnya.

 

Jika disimak, maka proses tukar-menukar pada hakikatnya dibentuk oleh empat kondisi, yaitu:

1. Terdapat paling sedikit dua pihak

Dalam situasi yang paling sederhana terdapat dua pihak. Jika dalam pihak pertama lebih aktif dalam mengupayakan pertukaran, maka pihak itu disebut pemasar (marketer) dan piha kedua disebut sasaran (prospect). Pemasar adalah seseorang yang megharapkan sumber daya dari orang lain dan bersedia memberikan sesuatu yang setimpal sebagai penukarannya. Bila keduanya aktif mengupayakan pertukaran, maks keduanya disebut pemasar, dan proses disebut pemasaran dua pihak (bilateral marketing).

 

2. Masing-masing dapat menawarkan sesuatu yang dianggap berharga oleh pihak lain

Jika salah satu keduanya tidak memiliki sesuatu yang dianggap berharga oleh pihak lain, maka pertukaran tidak akan terjadi. Oleh karena itu masing-masing harus mempertimbangkan apa yang sekitarnya berharga bagi pihak lain. Sesuatu itu dapat berupa barang, jasa, atau uang.

 

3. Masing-masing mampu melakukan komunikasi dan menyampaikan apa yang hendak dipertukarkan

Agar tukar menukar dapat terjadi, kedua belah pihak harus dapat saling berkomunikasi. Mereka harus dapat menjelaskan apa yang akan dipertukarkan serta kapan, dimana, da bagaimana cara tukar-menukar. Masing-masing pihak harus menjamin bahwa pertukaran akan memasukan kedua belah pihak. Selain itu masing-masing juga harus menemukan cara bagaimana menyampaikan sesuatu yang akan dipertukarkan.

 

4. Masing-masing bebas untuk menerima atau menolah apa yang ditawarkan

Tukar menukar dilandasi pengertian bahwa kedua belah pihak melakukannya secara suka rela. Tidak ada paksaan. Oleh karena itu, bila dirasa imbalan yang didapat tidak akan memuaskan, ia akan bebas untuk meno lahnya. Demikian sebaliknya.

 

Keberhasilan tukar-menukar ditandai oleh terjadinya transaksi. Transaksi terjadi pada tempat pada saat yang disepakati dan dengan jumlah sera kualitas yang telah ditetapkan.

 

1. Faktor-faktor penentu Tukar-menukar

Bagozzi sebagaimana dikutip oleh Kotler (1985) membuat sebuah model lengkap yang menunjukkan faktor-faktor penting yang memengaruhi proses tukar-menukar. Kita akan tetapkan model itu untuk menganalisis masalah rumah sakit. Misalnya, sebuah rumah sakit di suatu kota kecil ingin menarik konsumen untuk memanfaatkan pelayanan yang disediakan.

 

Pertama-tama mari kita sepakati dulu adanya dua orang "pemain" yang terlibat dalam proses pertukaran, yaitu rumah sakit (kita sebut: sumber) dan seorang konsumen (kita sebut: penerima). Kedua pihak akan terlibat dalam tindakan-tindakan, komunikasi, dan informasi untuk saling memengaruhi Pengaruh dari rumah sakit di tentukan oleh sejumlah variabel, yaitu daya tarik, belah kesamaan dengan si konsumen, keahlian, prestise, kejujuran, dan statusnya Persepsi dari konsumen terhadap variabel-variabel tersebut dipengaruhi oleh rasa percaya dirinya (termasuk dalam hal kemampuan finansialnya), harga dirinya. agamanya, kelas sosialnya, kecerdasannya, dan kepribadiannya.

 

Keputusan terakhir dari si konsumen akan dipengaruhi juga oleh variabel-variabel situasional seperti ada/tidaknya alternatif sumber lain (rumah sakit lain atau pelayanan kesehatan lain termasuk pelayanan kesehatan tradisional), pendapat dari pihal pihak lain (keluarga, teman-teman, dan kerabat lain), variabel fisik dan psikis (cukup tidaknya waktu tersedia untuk menimbang sebelum mengambil keputusan, banyak sedikitnya isu yang harus diperhatikan, kenyamanan lingkungan, dan proses komunikasi). Selain itu juga oleh variabel-variabel hukum atau normatif (ikatannya dengan norma-norma tradisional masyarakatnya, pandangan tetangga atau teman-temannya, dan lain-lain).

 

Si konsumen juga akan dipengaruhi oleh gambaran tentang perbedaan apa yang akan terjadi (outcome) jika ia menggunakan pelayanan yang baru, yaitu rumah sakit, dibanding jika ia tetap menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang selama ini dilakukannya. Dua outcome yang mungkin atau pati dipertimbangkannya: (1) konsekuensi finansial, dan (2) respons para petugas rumah sakit terhadap dirinya.

 

Dari contoh analisis tersebut menjadi jelaslah bahwa proses tukar-menuka dipengaruhi oleh banyak faktor. Dengan menyadari akan hal ini, diharapkan mereka yang hendak melaksanakan pemasaran memiliki pandangan yang lengkap (comprehensive) dengan jelas melakukan analisis dalam menyiapkan rencana pemasarannya. Di samping itu, hendaknya disadari pula bahwa masing-masing pihak akan melakukan prediksi terhadap apa yang akan terjadi (outcome).

 

 2. Teori untuk Meramal Apa yang Terjadi

Sebagaimana disebut di atas, dalam rangka tukar-menukar, masing-masing pihak melakukan ramalan yang akan menentukan berhasil-tidaknya proses pertukaran. Banyak teori yang mencoba menguraikan tentang berhasil tidaknya proses pertukaran. Namun demikian disini akan diuraikan hanya tiga teori, yaitu teori ekonomi (economic theory), teori kesetaraan (equity theory), dan teori kekuatan (power theory).

 

 a Teori ekonomi

Para ahli ekonomi telah lama meneliti kondisi-kondisi seperti apa yang muncul pada saat transaksi terjadi. Konsep dasar dalam analisisnya adalah kepentingan pribadi (self interest). Individu-individu atau organisasi-organisasi, jika dihadapkan pada dua atau lebih pilihan, cenderung mengambil pilihan yang menjamin terpenuhinya kepentingan pribadi sebanyak-banyaknya (maksimum) dalam jangka panjang. Maka dikatakan bahwa pada hekekatnya manusia atau organisasi adalah pemaksimum manfaat (utility maximizer). Interprestasi terhadap perilaku manusiawi ini dilandasi oleh teori psikologi. Teori itu menyatakan bahwa manusia pada dasarnya merespon hal-hal buruk dalam kegiatan kegiatannya, serta menimbang akibat atau konsekuensi dari keduanya. Apakah suatu transaksi akan terjadi atau tidak antara dua pihak. tergantung pada akibat atau konsekuensi yang diperhitungkan berdasar untung-rugi atau benefit-cost oleh masing-masing pihak. Menurut teori ekonomi, masing-masing pihak akan membuat estimasi terhadap perolehan keuntungan pribadi yang akan didapat seandainya ia melibatkan diri dalam transaksi. Perolehan keuntungan pribadi (K) adalah perbedaan antara manfaat keseluruhan (M) dan pengorbanan (P) sebagaimana dilihat oleh masing-masing pihak. Bila diterapkan pada suatu pihak (yaitu i), maka rumusnya adalah:

 

Ki-Mi-Pi

 

Jadi, suatu proses tukar-menukar dapat memiliki akhir kejadian dalam tiga kemungkinan berikut.

1. Jika kedua belah pihak menimbang kebutuhannya tidak akan terpenuhi, maka tidak akan terjadi transaksi. Bagi kedua belah pihak transaksi merupakan sesuatu yang merugikan.

2. Jika kedua belah pihak menimbang kebutuhannya akan terpenuhi, maka transaksi cenderung akan terjadi, karena bagi keduanya transaksi merupakan sesuatu yang menguntungkan. Satu-satunya hal yang dapat menggagalkan transaksi ini adalah kemungkinan adanya transaksi lain yang kemudian diperhitungkan oleh salah satu atau kedua belah pihak sebagai lebih menguntungkan.

3. Jika satu pihak akan diuntungkan dan pihak lain dirugikan, transaksi tidak akan terjadi kecuali jika pihak yang akan diuntungkan dapat menutup kerugian (mengompensasi), sehingga pihak yang akan dirugikan akhirnya juga merasa untung.

 

Pihak yang akan diuntungkan dapat menurunkan sedikit keuntungannya agar suasana saling untung dapat dicapai (win-win solution).

 

b. Teori kesetaraan

Salah satu cara agar dua elah pihak dapat mencapai keadaan atau harga yang disepakati (transaction price) adalah dengan menimbang perihal kesetaraan. Kedua belah pihak harus beritikad untuk mencapai suatu keadaan yang menurut keduanya dianggap "adil" (fair). Misalnya saja, dalam contoh di atas rumah sakit dapat menawarkan tarif pertolongan persalinan yang setara dengan biaya yang dikeluarkan jika si konsumen menggunakan pelayanan dukun. Untuk pertolongan persalinan menggunakan pelayanan dukun di kampungnya, konsumen akan menghabiskan biaya rata-rata misalnya Rp 100 ribu, tetapi ditambah diberi jejamuan untuk perawatan pascapersalinan, Jika rumah saka menawarkan tarif Rp 100 ribu juga, tetapi perawatannya di ruangan yang nyaman, bidan atau dokter yang ramah, dan diberi vitamin atau obat obatan pasca persalinan, maka konsumen mungkin akan mau memnfaatkan pelayanan rumah sakit, walaupun harus mengeluarkan biaya untuk transportasi. Tetapi jika tidak, konsumen mungkin akan menolak pelayanan rumah sakit. Secara umum, teori kesetaraan menyatakan bahwa dua belah pihak akan berupaya mencapai suatu keadaan atau harga yang menurut keduanya dianggap adil.

 

c. Teori kekuatan

Teori kekuatan memiliki pandangan berbeda tentang bagaimana dua pihak akan mencapai suatu keadaan atau harga yang mereka setujui bersama. Teori ini memandang masing-masing pihak didorong untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya (maksimum) dengan menggunakan kekuatan. Jika konsumen dalam contoh diatas memiliki kekuatan tawar (bargaining power) lebih ketimbang rumah sakit, maka tarif yang disepakati akan di bawah Rp 100 ribu, yaitu misalnya Rp 95 ribu. Jika rumah sakit memiliki bargaining power lebih ketimbang konsumen, maka tarif yang disepakati sesuai dengan yang ditawarkan rumah sakit (Rp 100 ribu).

 

Dalam hal ini lalu muncul pertanyaan "apa yang menentukan kekuatan tawar". Menurut Richard M. Emerson (1962), besar-kecilnya kekuatan tawar si A dibanding si B ditentukan oleh: (1) seberapa besar A membutuhkan sumber daya yang dimiliki B, dan (2) seberapa banyak adanya sumber daya tersebut pada pihak selain B. Artinya, mengacu contoh di atas, konsumen memiliki kekuatan tawar lebih ketimbang rumah sakit, jika: (1) rumah sakit sangat membutuhkan konsumen untuk memanfaatkan pelayanannya, dan (2) terdapat banyak rumah sakit di kota tersebut.

 

Maka secara umum dapat dikatakan bahwa transaksi akan terjadi jika kedua belah pihak merasa diuntungkan. Keadaan yang akhirnya disepakati akan berada di antara keadaan maksimum yang diingini suatu pihak dan keadaan minimum yang diingini pihak lainnya. Kesepakatan itu dipengaruhi oleh pertimbangan akan keetaraan dan juga oleh kekuatan tawar.

 

C. PUBLIK DAN CITRA RUMAH SAKIT

Setiap rumah sakit memiliki publik, dan rumah sakit harus mampu mengelola hubungan-hubungan yang bersifat responsif dengan sebagian besar atau semua publik tersebut. Publik adalah suatu kelompok tertentu orang dan atau organisasi yang memiliki kepentingan nyata atau potensial atau dampak terhadap rumah sakit.

 

Publik muncul oleh karena kebijakan dan kegiatan-kegiatan suatu rumah sakit dapat mengundang dukungan atau kritik dari kelompok-kelompok di luar rumah sakit. Namun demikian, tidak semua publik memiliki kegiatan atau nilai penting yang sama bagi rumah sakit itu. Publik yang disukai adalah publik yang menyukai rumah sakit tersebut dan dukungannya diharapkan oleh rumah sakit. Publik yang diupayakan adalah publik yang mendukung tujuan rumah sakit, tetapi selama ini bersikap bersebrangan atau negatif terhadap rumah sakit tersebut. Publik yang tidak disukai adalah publik yang bersifat negatif terhadap rumah sakit dan berupaya untuk menjegal, menekan, atau mengendalikan rumah sakit,

 

Publik juga dapat diklarifikasi berdasar hubungan fungsionalnya dengan rumah sakit. Rumah sakit dapat dipandang sebagai sebuah mesin pengolah di mana publik masukan memasok sumber daya yang diproses dan diubah oleh publik internal menjadi barang dan jasa yang dibawa oleh publik antara kepada publik komsumsi yang dituju.

 

Yang termasuk ke dalam publik masukan adalah para donor atau pendukung sumber daya, para rekanan yang memasok bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan rumah sakit, dan lembaga-lembaga pembuat kebijakan atau peraturan (Departemen atau Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan lembaga lembaga pemerintah lainnya).

 

Termasuk ke dalam publik internal adalah para manajer (direktur utama, para direktur, para kepala unit/bagian/instalasi, dan para pengelola lainnya). dewan penyantun atau dewan pengawas, karyawan (para dokter, perawat, bidan tenaga fungsional lain, dan tenaga administrasi yang digaji oleh rumah sakit), dan tenaga sukarelawan (termasuk para siswa perawat, siswa bidan, sarjana kedokteran yang sedang magang, dan para peserta pendidikan dokter spesialis).

 

Publik adalah pihal-pihak yang membantu rumah sakit "menjual" pelayanannya. Misalnya saja perusahaan asuransi yang berafilasi dengan rumah sakit tertentu dan fasilitator yaitu perusahaan-perusahaan yang mendukung pelayanan rumah sakit seperti perusahaan transportasi, perusahaan air minum, perusahaan listrik, perusahaan telepon, dan lain-lain. Juga perusahaan-perusahaan pemasaran seperti biro iklan, konsultan manajemen, perusahaan riset pemasaran, lembaga swadaya masyarakat, dan lain-lain yang membantu mengidentifikasi kebutuhan pasar dan menyelenggarakan promosi pelayanan rumah sakit.

 

Publik konsumsi adalah publik yang memanfaatkan keluaran atau pelayanan rumah sakit. Termasuk dalam publik komsumsi yang utama adalah pelanggan, yang bagi rumah sakit adalah klien/pasien. Rumah sakit memang dibentuk untuk melayani pelanggan atau konsumen. Selain itu juga masyarakat di sekitar rumah sakit, masyarakat umum, lembaga swadaya masyarakat, media komunikasi, dan pesaing.

 

Memerhatikan uraian tentang publik tersebut diatas, kita menjadi maklum bahwa sebuah rumah sakit dikitari oleh banyak publik. Lalu timbul pertanyaan: bagaimana hubungan publik dengan pasar? Publik dan pasar memiliki arti yang berbeda, tetapi terdapat hubungan antara keduanya. Dari sudut pandang rumah sakit, pasar adalah sebuah arena yang potensial untuk tukar-menukar sumber daya. Agar rumah sakit dapat menjalankan fungsinya, maka ia harus memperoleh sumber daya yang dibutuhkan melalui penukaran dengan sumber daya yang dimiliki (yaitu produk atau pelayanan). Berdasar pengertian tersebut, kita mendefinisikan pasar sebagai suatu kelompok tertentu dari orang dan atau organisasi yang memiliki sumber daya yang ingin mereka pertukarkan atau patit diduga ingin dipertukarkan, guna mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu.

 

Nah, jelas perbedaan antara pasar dengan publik. Publik adalah suatu kelmpok yang memiliki dampak nyata atau potensial terhadap sebuah rumah sakit. Jika suatu organisasi ingin mendapatkan sumber daya tertentu dari publik melalui tukar-menukar, maka organisasi tersebut memandang publik tadi sebagai pasar.

 

Sebuah rumah sakit yang responsif menaruh perhatian besar terhadap bagaimana publiknya memandang dia dan pelayanannya. Respons dari publik inilah yang dinamakan citra (image), yang tidak selalu harus sama dengan kenyataan. Publik yang menangkap citra negatif dari rumah sakit tadi akan menghindari, mengabaikan, atau bahkan menghina rumah sakit tersebut. Sedangkan publik yang menangkap citra positif tentu akan menyukai rumah sakit tersebut. Namun perlu dipahami bahwa rumah sakit yang sama, dapat dipandang positif oleh suatu kelompok dan dalam waktu bersamaan dipandang negatif oleh kelompok yang lain. Oleh karena itu, sangat perlu bagi sebuah rumah sakit untuk mencermati citra positif bagi semua atau sebagian besar publik.

 

Sebuah rumah sakit tidak akan mendapat citra baik hanya melalui kegiatan hubungan masyarakat (humas). Citra merupakan hasil (akibat) dari perbuatan dan komunikasi yang dilakukannya. Perbuatan baik tanpa komunikasi baik, atau komunikasi baik tanpa perbuatan baik, tidak cukup menghasilkan citra baik. Citra yang baik akan cepat terbentuk jika rumah sakit itu berhasil menciptakan kepuasan bagi pasien/ kliennya dan mengupayakan agar orang-orang lain mengetahui tentang hal itu.

 

Beberapa hal yang perlu dipahami tentang citra ini adalah: (1) apakah citra itu sesungguhnya, (2) apa saja yang memengaruhi citra, dan (3) bagaimana hubungan antara citra yang ditangkap seseorang dari sebuah rumah sakit dan perilakunya terhadap rumah sakit tersebut. Citra dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari keyakinan, pemikiran, dan kesan yang ditangkap seseorang dari suatu objek. Citra lebih dari sekedar keyakinan. Keyakinan bahwa sebuah rumah sakit lebih mengutamakan kepentingan para dokter dan perawatnya ketimbang kepentingan masyarakat hanyalah salah satu komponen saja dari citra yang mungkin terpancar dari rumah sakit tersebut. Citra adalah kombinasi dari keyakinan dengan pemikiran dan kesan yang ditangkap seseorang. Oleh karena itu, hasil tangkapan ini bisa berbeda antara satu orang kelompok dengan orang kelompok lain.

 

Teori tentang citra dapat dikemukakan untuk memahami faktor-faktor apa yang memengaruhi atau menentukan citra. Terdapat dua teori yang saling bertentangan. Salah satu teori menyatakan bahwa citra ditentukan oleh objeknya (object-determined). Oleh karena itu, dikatakan bahwa (1) orang cenderung mengingat pengalaman pertamanya berhubungan dengan suatu objek, (2) orang cenderung menagkap dari suatu objek hal-hal yang dapat ditangkap dengan pancainderanya, dan (3) orang cenderung memroses hal-hal yang dapat ditangkap pancaindera dengan cara yang serupa. Sedangkan teori yang lain menyatakan bahwa citra ditentukan oleh orang yang memandang (person-determined). Untuk itu, maka dikatakan bahwa (1) orang memiliki derajat kontak yang berbeda dengan objek, (2) orang yang dihadapkan pada sebuah objek akan secara selektif memilih aspek-aspek dari objek tersebut, dan (3) orang akan memroses secara berbeda hal-hal yang ditangkapnya.

 

Apa yang terjadi sebenarnya adalah di antara kedua teori tersebut. Yaitu bahwa citra dipengaruhi oleh baik hal-hal yang bersifat objektif maupun hal-hal yang bersifat subjektif. Orang akan menagkap citra yang lebih kurang sama, jika objeknya sederhana, sering dijumpai/ dialami, dan jika objek itu relatif stabil dari waktu ke waktu. Sebaliknya, orang akan menangkap citra secara berbeda, jika objeknya rumit, jarang dijumpai/ dialami, dan objek itu berubah dari waktu ke waktu. Banyak yang beranggapan baha citra rumah sakit sangat memengaruhi perilaku konsumen terhadap rumah sakit tersebut. Artinya ada hubungan yang erat antara citra rumah sakit dan perilaku konsumen. Padahal sesungguhnya hubungan itu tidaklah terlalu erat. Citra hanyalah salah satu komponen yang membentuk sikap seseorang. Dua orang bisa memiliki citra yang sama yaitu misalnya bahwa rumah sakit pemerintah di kotanya adalah rumah sakit yang besar. Tetapi sikap mereka terhadap rumah sakit itu bisa berbeda bahkan berlawanan. Si B mungkin lebih memilih rumah sakit swasta yang lebih kecil tetapi dekat dengan rumahnya. Namun, betapapun citra adalah sesuatu yang penting karena ia berbentuk dari perbuatan yang dilakukan rumah sakit dan komunikasi tentang perbuatan itu.

 

D. KEPUASAN KLIEN/PASIEN

Rumah sakit yang responsif adalah rumah sakit yang melakukan segala upaya untuk mengenali, melayani, dan memuaskan kebutuhan dan keinginan Kliew/pasien dan publiknya. Oleh karena itu, setiap rumah sakit seyogiannya dapat mengukur seberapa responsifkah dirinya serta menetapkan bagaimana meningkatkan kemampuannya untuk menciptakan kepuasan.

 

Rumah sakit yang tidak responsif adalah rumah sakit yang (1) tidak mendorong adanya pertanyaan, keluhan, saran, dan pendapat dari klien/pasiennya, (2) tidak melatih karyawannya untuk menjadi karyawan yang peduli terhadap klien/pasien, dan (3) tidak melakukan pengukuran terhadap kebutuhan atau kepuasan klien/pasiennya. Para karyawan rumah sakit ini cenderung memiliki mentalitas birokratis, yaitu rutin, kaku, dan hirarkies, sehingga rumah sakit pun berubah menjadi seperti mesin. Sementara itu, rumah sakit yang responsif pun dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yakni (1) rumah sakit responsif biasa biasa saja, yaitu yang mendorong adanya pertanyaan, keluhan, saran dan pendapat dari pasien/kliennya ala kadarnya saja, kerapkali bahkan tidak diproses lebih lanjut: (2) rumah sakit sangat responsif, yaitu tidak hanya melakukan survei kepuasan kerja tetapi juga survei kebutuhan yang belum terpenuhi dari klien/pasien serta melatih karyawannya agar peduli klien/ pasien; dan (3) rumah sakit sepenuhnya responsif, yaitu yang selain melakukan hal-hal tadi, juga mengikutsertakan klien/pasien dalam kegiatan-kegiatan tertentu dari rumah sakit.

 

Betapa pun, yang seharusnya diupayakan leh rumah sakit adalah kepuasan dari klien/pasiennya. Apa sebenarnya sepuasan itu? Kepuasan adalah suatu keadaan yang dirasakan oleh seseorang (klien/pasien) setelah ia mengalami suatu tindakan atau hasil dari tindakan yang memenuhi harapan-harapan. Jadi, kepuasan adalah perpaduan (fungsi) antara harapan dan persepsi terhadap tindakan atau hasil tindakan.

 

Untuk memahami kepuasan, kita harus memahami bagaimana orang membentuk harapannya. Harapan dibentuk atas dasar (1) pengalaman masa lalu seseorang dengan situasi yang sama atau serupa, (2) pernyataan dari teman atau kerabat lain, dan (3) pernyataan dari rumah sakit sendiri. Jadi, dapat tidaknya rumah sakit memuaskan klien/pasien tidak hanya ditentukan oleh kinerjanya, tetapi juga oleh harapan yang diciptakannya. Jika rumah sakit menciptakan harapan yang terlalu tinggi, maka kemunginan ia akan tidak memuaskan pasien kliennya. Bagaimana mengukur kepuasan klien/ pasien? Ada empat cara yang dapat dilakukan rumah sakit untuk kepuasan klien/ pasiennya, yaitu:

 

1. Melihat indikator hasil pelayanan. Banyak rumah sakit mengukur kepuasan klien/pasien dengan menghitung BOR, LOS, dan TOL. Ukuran ini merupakan ukuran yang tidak langsung (indirect), dan sebenarnya tidak cukup. Dalam situasi tidak ada pesaing, ukuran ini tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya, karena klien/pasien tidak memiliki pilihan lain.

 

2. Menampung keluhan dan saran. Banyak cara dapat dilakukan dalam hal ini. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, membagikan formulir tanggapan/komentar kepada klien/ pasien tertentu, membentuk unit/tim pengaduan (ombudsman), membentuk komite pengawas perawat, dan lain-lain.

 

3. Menyelenggarakan panel pasien/klien. Membentuk kelompok kecil klen/pasien untuk membahas hal-hal yag sudah baik dan kekurangan kekurangan dari rumah sakit guna disampaikan kepada rumah sakit. Kelompok ini berganti-ganti dari waktu ke waktu.

 

4. Menyelenggarakan survei kepuasan pasien. Cara ini merupakan pelengkap bagi cara-cara lain tersebut di atas. Cara ini dapat dilakukan sendiri oleh rumah sakit atau diborongkan kepada organisasi lain.


 

BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

Rumah sakit yang berorientasi pemasaran akan menjadi rumah sakit yang responsif. Yaitu rumah sakit yang melakukan segala daya upaya untuk mengenali, melayani, dan memuaskan kebutuhan dan keinginan klien/pasien dan publiknya dengan anggaran yang tersedia. Dengan demikian, maka siapa pun yang berhubungan dengan rumah sakit tersebut menyatakan puas.


 

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI RUMAH SAKIT (PHBS)



Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan berperan aktif dalam mewujudkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Sehat dan mencegah penularan penyakit di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) berupa faktor perilaku fisik&non-fisik, faktor ekonomisosial, faktor geografi, dan minimnya upaya promotif mengenai kesehatan khusunya PHBS di area fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut Sedyaningsih (2011), kasus infeksi nosokomial atau infeksi yang terjadi ketika pasien dirawat di Rumah Sakit di seluruh dunia rata-rata sembilan persen dari 1,4 juta pasien rawat inap.

Meski di Indonesia, data akurat tentang angka kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit belum ada, tetapi, kasus ini menjadi masalah serius. "Infeksi nosokomial persoalan serius yang bisa menyebabkan langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kasus infeksi ini terjadi karena masih rendahnya standar pelayanan Rumah Sakit atau puskesmas (Kemenkes, 2011) Data survei Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Instansi Kesehatan setiap provinsi tahun 2004 menunjukkan masih di bawah 50% dari instansi kesehatan di provinsi yang sudah baik pelaksanaan PHBS-nya (DepKes, 2004). Perlunya pembinaan PHBS di Rumah Sakit sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit dan mewujudkan Instansi Kesehatan Sehat. Untuk melaksanakan hal tersebut diatas promosi kesehatan di Rumah Sakit (PKRS) sangat diperlukan. PKRS berusaha mengembangkan pengertian pasien, keluarga, dan pengunjung Rumah Sakit Tentang penyakit dan pencegahannya.Selain itu,promosi kesehatan di Rumah Sakit juga berusaha menggugah kesadaran dan minat pasien, keluarga, dan pengunjung Rumah Sakit untuk berperan secara positif dalam usaha penyembuhan dan pencegahan penyakit. Oleh karena itu, promosi kesehatan di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisah dari program pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2010).

Apa itu PHBS di Rumah Sakit?

PHBS di Rumah Sakit adalah upaya memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan Rumah Sakit yang Sehat.

Kenapa PHBS di Rumah Sakit itu Penting?

Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit dan sehat, sehingga berpotensi menjadi sumber penularan penyakit bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung.

Tujuan PHBS di Rumah Sakit?

Tujuan PHBS di Rumah Sakit adalah membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat, mencegah terjadinya penularan penyakit, menciptakan lingkungan yang sehat.

Apa Manfaat PHBS di Rumah Sakit?

Bagi pasien/keluarga pasien/pengunjung

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan sehat, terhindar dari penularan penyakit, mempercepat proses penyembuhan penyakit, dan peningkatan derajat kesehatan pasien.

Bagi rumah sakit

mencegah terjadinya penularan penyakit, meningkatkan citra fasilitas pelayanan kesehatan yang baik sebagai tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.

 

PHBS di Rumah Sakit:

1.Mencuci tangan pakai sabun (hand rub / hand wash).

2.Penggunaan air bersih.

3.Membuang sampah pada tempatnya.

4.Memberantas jentik nyamuk.

5.Tidak meludah sembarangan

6.Tidak merokok dilingkungan Rumah Sakit.


 

ETIKA BATUK


Etika batuk adalah tata cara batuk yang baik dan benar dengan cara menutup hidung dan mulut dengan tisu atau lengan baju. Hal ini berguna untuk mencegah penyebaran bakteri atau virus ke udara sehingga tidak menularkannya kepada orang lain. Hal ini wajib diperhatikan saat seseorang sedang batuk atau bersin.

Etika batuk sangat efektif untuk menghindari penyebaran penyakit menular yang disebabkan oleh air liur yang dapat berterbangan di udara, seperti coronavirus. Selain itu, cairan yang mengandung virus tersebut juga dapat menempel selama berjam-jam pada benda yang terkontaminasi. Hal ini terjadi ketika benda tersebut dipegang, lalu tangan menyentuh wajah sehingga penyakit COVID-19 dapat menimbulkan infeksi saat masuk ke tubuh.

Maka dari itu, ketahui cara yang dapat dilakukan untuk menerapkan etika batuk:

1.Gunakan tisu untuk menutupi mulut dan hidung setiap kali akan batuk atau bersin.

2. Jika tidak ada, kamu dapat mengarahkan batuk ke siku. Pastikan untuk tidak batuk ke tangan atau udara terbuka.

Selalu palingkan atau menjauhkan wajah dari orang-orang sekitar saat batuk atau bersin.

3. Jika menggunakan tisu, buanglah bekasnya segera di tempat sampah.

4, Pastikan untuk mencuci tangan setelahnya dengan sabun dan air atau hand sanitizer.

Dengan mengetahui teknik efektif dan etika ketika batuk, kamu dapat mencegah orang lain untuk terserang batuk atau bahkan lebih parah. Pastikan selalu melakukan hal-hal tersebut pada kehidupan sehari-hari. Cara ini juga dapat memastikan orang-orang yang kamu sayangi di rumah selalu terlindungi dari penyakit berbahaya yang penyebarannya melalui batuk atau bersin


 

BUDAYA HIDUP SEHAT


 

Budaya hidup sehat adalah kebiasaan menjalankan pola hidup yang bermanfaat bagi tubuh. Beberapa pola hidup yang menjadi bagian budaya hidup sehat, seperti: Mengkomsumsi buah dan sayur, tidak merokok,cek kesehatan berkala,melakukan aktivitas fisik secara rutin,tidak mengkomsumsi minuman beralkohol, dan menjaga kebersihan lingkungan.

budaya hidup sehat adalah suatu pilihan sederhana yang sangat tepat untuk dijalankan.hidup dengan pola makan, pikiran,kebiasaan dan lingkungan yang sehat. sehat dalam arti kata mendasar adalah segala hal yang kita kerjakan memberikan hasil yang baik bagi tubuh.

 

Jadi, budaya hidup sehat bisa disederhanakan menjadi sebuah pola tindakan terstruktur dan terencana yang bertujuan untuk menerapkan budaya hidup sehat secara berkelanjutan.

 

Ada banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh jika sudah menerapkan buday hidup sehat seperti terhindar dari berbagai macam penyakit, tubuh dan kulit akan menjadi sehat, mencegah penuaan dini, memiliki mental positif, terhindar dari stres berlebih, dan masih banyak lainnya.

 

Tips budaya hidup sehat

1.mengkomsumsi buah atau sayur 🍇🥕

Nah mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari sebenarnya kita perlu mengikuti Pedoman Gizi Seimbang yaitu sebanyak 3-4 porsi sayur dan 2-3 porsi buah setiap hari atau setengah bagian piring berisi buah dan sayur (lebih banyak sayuran) setiap kali makan.

2.tidak merokok 🚭

Merokok merupakan penyebab kematian dini yang dapat dicegah. Perokok memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi penyakit kronis. Seperti aterosklerosis, penumpukan lemak pada pembuluh darah arteri yang dapat mengakibatkan penyakit jantung koroner, serangan jantung dan stroke.

3.cek kesehatan berkala

Pemeriksaan kesehatan secara berkala penting dilakukan untuk mengetahui kondisi tubuh. Selain itu, pemeriksaan kesehatan secara berkala juga dapat mengantisipasi dan mencegah penyakit jenis tertentu misalnya diabetes.

4.melakukan aktivitas fisik secara rutin.

Dalam melakukan aktifitas fisik setiap hari. Hal ini diperlukan untuk menjaga tubuh dalam keadaan prima dan seluruh anggota tubuh berfungsi dengan baik.Aktifitas fisik selama 30 menit memberikan banyak manfaat terhadap kesehatan. Diantaranya membuat tubuh bugar, mengurangi resiko penyakit kardiovaskular, hingga kesehatan pencernaan.

5.tidak mengkomsumsi minuman beralkohol.

Kenapa, sih, minuman beralkohol itu tidak boleh dikonsumsi sembarangan Nah,Mengonsumsi alkohol sembarangan ternyata dapat membuat kerusakan pada otak.Tentu saja hal ini juga dipengaruhi oleh seberapa banyak Anda minum, usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga dalam konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol berlebihan dapat memicu terjadinya amnesia dan demensia.

6.menjaga kebersihan lingkungan.

Nah tema-teman Mengapa kita perlu menjaga kebersihan lingkungan? Agar lingkungan sehat, bersih dan nyaman ditempati berkegiatan. Agar terhindar dari ancaman kuman penyakit. Agar terhindar dari bencana akibat lingkungan yang buruk. Agar lingkungan terhindar dari pencemaran.

 

GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT (GERMAS)


Mengatasi masalah kesehatan masih menjadi sebuah tantangan serius di Indonesia. Kini setidaknya masih ada triple burden atau tiga masalah kesehatan penting terkait pemberantasan penyakit infeksi, bertambahnya kasus penyakit tidak menular dan kemunculan kembali jenis penyakit yang seharusnya telah berhasil diatasi.

Perubahan pola hidup masyarakat yang makin modern menjadi salah satu dasar GERMAS atau Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dicanangkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Mengenal GERMAS - Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

GERMAS adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk memasyarakatkan budaya hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang kurang sehat. Aksi GERMAS ini juga diikuti dengan memasyarakatkan perilaku hidup bersih sehat dan dukungan untuk program infrastruktur dengan basis masyarakat.

Program ini memiliki beberapa fokus seperti membangun akses untuk memenuhi kebutuhan air minum, instalasi kesehatan masyarakat serta pembangunan pemukiman yang layak huni. Ketiganya merupakan infrastruktur dasar yang menjadi pondasi dari gerakan masyarakat hidup sehat.

Langkah-Langkah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

Setidaknya terdapat beberapa langkah penting dalam rangka menjalankan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Langkah-langkah tersebut merupakan bagian penting dari pembiasaan pola hidup sehat dalam masyarakat guna mencegah berbagai masalah kesehatan yang beresiko dialami oleh masyarakat Indonesia. Berikut ini langkah-langkah GERMAS yang dapat menjadi panduan menjalani pola hidup yang lebih sehat.

  1. Melakukan     Aktivitas         Fisik
    Perilaku kehidupan modern seringkali membuat banyak orang minim melakukan aktivitas fisik; baik itu aktivitas fisik karena bekerja maupun berolah raga. Kemudahan – kemudahan dalam kehidupan sehari – hari karena bantuan teknologi dan minimnya waktu karena banyaknya kesibukan telah menjadikan banyak orang menjalani gaya hidup yang kurang sehat. Bagian germas aktivitas fisik merupakan salah satu gerakan yang diutamakan untuk meningkatkan kualitas kesehatan seseorang.
  2. Makan            Buah   dan      Sayur
    Keinginan untuk makan makanan praktis dan enak seringkali menjadikan berkurangnya waktu untuk makan buah dan sayur yang sebenarnya jauh lebih sehat dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Beberapa jenis makanan dan minuman seperti junk food dan minuman bersoda sebaiknya dikurangi atau dihentikan konsumsinya. Menambah jumlah konsumsi makanan dari buah dan sayur merupakan contoh GERMAS yang dapat dilakukan oleh siapapun
    .                            .
    Masalah selanjutnya adalah bagaimana cara mengatasi agar anak mau makan buah dan sayur, untuk hal ini anda dapat mengaplikasikan jurus tips anak mau makan buah dan sayur sebagai berikut yaitu salah satunya dengan mengkreasikan makanan dari buah dan sayur dengan mengubahnya menjadi tampilan yang menarik, contohnya dari karakter kartun yang disukai anak menggunakan buah tomat dan sayur ketimun sehingga tadinya anak susah makan buah dan sayur menjadi mau makan sayur dan buah


Adapun salah satu kampanye GERMAS adalah kampanye makan buah dan sayur yang memberikan informasi betapa besarnya manfaat  dan kenapa harus makan buah dan sayur setiap hari. Karena anda harus memahami pentingnya kenapa harus makan buah dan sayur setiap hari, berikut adalah dampak akibat kurang makan buah dan sayur untuk kesehatan tubuh, contohnya seperti permasalahan BAB, peningkatan risiko penyakit tidak menular, tekan darah tinggi dan lainnya.Dengan memahami pentingnya perilaku makan buah dan sayur, diharapkan masyarakat dapat dengan lebih aktif untuk meningkatkan kampanye makan buah dan sayur untuk tingkatkan kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia
 

  1. Tidak  Merokok
    Merokok merupakan kebiasaan yang banyak memberi dampak buruk bagi kesehatan. Berhenti merokok menjadi bagian penting dari gerakan hidup sehat dan akan berdampak tidak pada diri perokok; tetapi juga bagi orang – orang di sekitarnya. Meminta bantuan ahli melalui hipnosis atau metode bantuan berhenti merokok yang lain dapat menjadi alternatif untuk menghentikan kebiasaan buruk tersebut.

Dan Tidak      Mengkonsumsi          Minuman       Beralkohol
Minuman beralkohol memiliki efek buruk yang serupa dengan merokok; baik itu efek buruk bagi kesehatan hingga efek sosial pada orang – orang di sekitarnya.

  1. Melakukan Cek         Kesehatan      Berkala
    Salah satu bagian dari arti germas sebagai gerakan masyarakat hidup sehat adalah dengan lebih baik dalam mengelola kesehatan. Diantaranya adalah dengan melakukan cek kesehatan secara rutin dan tidak hanya datang ke rumah sakit atau puskesmas ketika sakit saja. Langkah ini memiliki manfaat untuk dapat memudahkan mendeteksi penyakit atau masalah kesehatan lebih dini. 

    Ada beragam informasi media cek kesehatan yang memberikan tips cek kesehatan secara berkala, apa saja sebenarnya jenis cek kesehatan berkala yang dapat anda lakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan anda? Berikut adalah beberapa contoh pengecekan yang bisa dilakukan.
    • Cek Kesehatan Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) Secara Rutin
      Melakukan Pengecekan Berat Badan berguna agar anda bisa mendapatkan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yang nantinya dapat menentukan apakah berat badan dan tinggi badan Anda sudah berada dalam kondisi ideal atau berisiko terkena penyakit tidak menular (PTM)
    • Cek      Lingkar           Perut    Secara Berkala
      Dengan melakukan Cek Lingkar Perut secara berkala anda bisa mengontrol lemak perut, jika berlebihan dapat menyebabkan penyakit seperti stroke, diabetes hingga serangan jantung
    • Cek      Tekanan          Darah
      Pengecekan Tekanan Darah dapat membantu anda mendeteksi adanya risiko stroke, hipertensi hingga jantung
    • Cek      Kadar Gula    Darah Berkala
      Anda dapat mengetahui kadar glukosa dalam darah dengan jenis pengecekan kesehatan berkala ini, hasilnya anda dapat mengetahui potensi diabetes
    • Cek Fungsi Mata Telinga
    • Cek      Kolesterol       Tetap
      Pengecekan Kolesterol terbagi tiga yaitu LDL (Kolesterol "Buruk"), HDL (Kolesterol "Baik") dan Trigliserida
    • Cek      Arus    Puncak            Ekspirasi
      Pengecekan ini adalah salah satu cek kesehatan dalam pengujian fungsi paru, pengecekan ini biasa dilakukan pada penderita asma atau penyakit lainnya untuk menilai kemampuan paru-paru
    • Cek      dan      Deteksi            Dini     Kanker            Leher   Rahim
      Pengecekan ini biasanya dilakukan dengan pemeriksaan berkala seperti Test PAP SMEAR dan Test IVA
    • Cek      Sadari Periksa            Payudara         Sendiri
      Lalu berikutnya dalam ragam cek kesehatan berkala yaitu dengan pemeriksaan payudara sendiri.
  2. Menjaga         Kebersihan    Lingkungan
    Bagian penting dari germas hidup sehat juga berkaitan dengan meningkatkan kualitas lingkungan; salah satunya dengan lebih serius menjaga kebersihan lingkungan. Menjaga kebersihan lingkungan dalam skala kecil seperti tingkat rumah tangga dapat dilakukan dengan pengelolaan sampah. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan guna mengurangi resiko kesehatan seperti mencegah perkembangan vektor penyakit yang ada di lingkungan sekitar.
  3. Menggunakan           Jamban
    Aspek sanitasi menjadi bagian penting dari gerakan masyarakat hidup sehat; salah satunya dengan menggunakan jamban sebagai sarana pembuangan kotoran. Aktivitas buang kotoran di luar jamban dapat meningkatkan resiko penularan berbagai jenis penyakit sekaligus menurunkan kualitas lingkungan.

Secara umum, tujuan GERMAS adalah menjalani hidup yang lebih sehat. Gaya hidup sehat akan memberi banyak manfaat, mulai dari peningkatan kualitas kesehatan hingga peningkatan produktivitas seseorang. Hal penting lain yang tidak boleh dilupakan dari gaya hidup sehat adalah lingkungan yang bersih dan sehat serta berkurangnya resiko membuang lebih banyak uang untuk biaya berobat ketika sakit.

 

 


 

Penyandang Penyakit Tidak Menular (PTM)


Penyandang Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti diabetes, hipertensi merupakan salah satu kelompok yang rentan COVID-19. Untuk itu mari kita lindungi diri dan keluarga yang kita sayangi dari COVID-19. Selengkapnya mari kita simak info berikut ini : "PANDUAN BAGI ORANG DENGAN FAKTOR RISIKO DAN PENYANDANG PTM Di ERA PANDEMI COVID-19"

 

1. Bagi Pasien DM,

Rutin periksa gula darah di rumah dan perhatikan tanda peningkatan gula darah seperti : sering buang air kecil terutama pada malam hari, sering merasa kehausan, lelah, lesu, sakit kepala.

 

2. Bagi Pasien Hipertensi,

Rutin periksa tekanan darah di rumah, perhatikan peningkatannya. Gejalanya sering tidak dirasakan, dapat berupa nyeri kepala, jantung berdebar, penglihatan kabur, leher kaku.

 

3. Bila mengalami gejala Infeksi Saluran Nafas

Demam, batuk, sesak nafas, segera lapor ke petugas kesehatan/ datang ke IGD terdekat.

 

4. Minum obat Secara Teratur

Sesuai anjuran Dokter

Simpan nomor kontak dokter atau fasyankes tempat anda berobat.

 

Beberapa hari sebelum obat habis segera hubungi kontak tersebut dan konsultasikan tentang kelanjutan konsumsi obatnya.

 

5. Bagi peserta BPJS penyandang PTM

Yang mengonsumsi obat-obatan setiap hari, dapat meneruskan obat-obatan sampai dengan 2 bulan tanpa bertemu dokter yang merawat namun diharapkan melakukan konsultasi melalui telepon dengan dokter.

 


 

TEKNIK PRONING DI RUMAH SAKIT


 

Apa itu teknik proning?

Teknik proning adalah serangkaian posisi tertentu yang dilakukan untuk mengatasi gangguan pernapasan. Teknik ini dapat membantu tubuh mengembalikan kadar oksigen secara alami. Konon, posisi proning berasal dari olahraga yoga.

Dengan melakukan proning, diharapkan saturasi oksigen pasien dapat kembali ke angka normal, yaitu di atas 94%. Saat ini, teknik proning masuk menjadi salah satu pilihan pengobatan yang direkomendasikan untuk mengatasi masalah pernapasan.

 

Apa saja manfaat teknik proning?

1. Meningkatkan saturasi oksigen

2. Menurunkan risiko pemakaian ventilator di rumah sakit

Selain memperbaiki saturasi oksigen, proning juga membantu mencegah pemakaian alat ventilator pada pasien dengan gangguan pernapasan akut.

3. Mengurangi angka kematian akibat gangguan pernapasan akut

 

Bagaimana cara melakukan teknik proning?

1. Posisikan tubuh di atas tempat tidur dengan posisi tengkurap. Letakkan bantal di bawah leher, di bawah dada, serta di bawah tulang kering kaki.

2. Ganti posisi Anda menjadi berbaring menghadap ke kiri atau kanan. Taruh bantal di bawah kepala, samping perut bawah, dan di antara kedua kaki.

3. Duduk dengan posisi kaki diluruskan. Letakkan bantal di belakang punggung dan kepala sebagai sandaran.

 


 

KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN RUMAH SAKIT


Kepuasan pasien adalah hasil penilaian dari pasien terhadap pelayanan kesehatan dengan membandingkan apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan pelayanan kesehatan yang diterima disuatu tatanan kesehatan rumah sakit .

 

Mengapa Rumah sakit harus mengukur kepuasan pasien ?

Karena Pengukuran kepuasan pasien merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pasien merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien.

 

Tujuan kepuasan pasien?

Kepuasan pasien ialah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya.

Mengetahui kekurangan masing-masing tingkat kelemahan penyelengaraan pelayanan. Mengetahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang


 

ALAT PELINDUNG DIRI


Alat pelindung diri (APD) yaitu seperangkat alat yang dipakai tenaga kerja membuat perlindungan beberapa atau semua badannya dari ada potensi bahaya atau penyakit akibat kerja. NIOSH menyebutkan alat pelindung diri (APD) alat yang memiliki kekuatan melindungi pekerja dari bahaya di tempat kerja. Pemakaian alat pelindung diri ditujukan membuat perlindungan atau mengisolasi pekerja dari hazard kimia atau fisik dan biologi yang mungkin didapati. Alat pelindung diri dipakai mesti penuhi syarat-syarat yakni enak digunakan, tak menggangu kerja, memberi perlindungan yang efisien pada jenis bahaya

 

Jenis – jenis Alat Pelindung Diri (APD) :

a. Sarung tangan

Penggunaan sarung tangan mempunyai tujuan membuat perlindungan tangan dari kontak darah, semuanya jenis cairan badan, sekret, ekskreta, kulit yg tidak utuh. Selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi.

b. Pelindung muka/masker/kaca mata

Penggunaan pelindung muka ditujukan membuat perlindungan selaput lendir hidung, mulut, dan mata sepanjang bertindak atau perawatan pasien yang sangat mungkin terjadinya percikan darah dan cairan badan lain.

C.Penutup kepala

Maksud penggunaan tutup kepala yaitu menghindar jatuhnya mikroorganisme yang ada dirambut dan kulit kepala petugas pada alat- alat/daerah steril serta demikian sebaliknya membuat perlindungan kepala/rambut petugas dari percikan bahan – bahan dari pasien.

d. Gaun pelindung (pakaian kerja/celemek)

Maksud penggunaan gaun pelindung yaitu melindungi petugas dari peluang genangan atau percikan darah cairan badan lain yang bisa mencemari pakaian atau seragam.

e. Sepatu pelindung / sepatu safety

Maksud penggunaan yaitu melindungi kaki petugas dari tumpahan/percikan darah atau cairan badan yang lain dan terhindar dari peluang tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

D20 KELOMPOK 5 (KONSEP DASAR OUSKESMAS DAN AKREDITASI PUSKESMAS)

  PAPER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT “KONSEP DASAR PUSKESMAS DAN AKREDITASI PUSKESMAS” DOSEN PENGAMPUH : HJ. AFRIYANA AMELIA NURYADIN, S.KM....